Wednesday, January 9, 2019

DIWADALKEUN KA SILUMAN


Diwadalkeun ka Siluman
Sebuah kumpulan carita pondok (carpon)atau cerita pendek karya Ki Umbara. Diterbitkan di Bandung tahun 1965 dan tebalnya 80 halaman. Di dalamnya terkumpul empat buah cerita pendek yang sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah Mangle. Keempat ceritera pendek itu ialah: Kasilib, Diwadalkeun ka Siluman, Mindahkeun Jurig dan Kiai Bantalwulung. Keempat cerita pendek itu mengisahkan peristiwa yang menyertakan mahluk halus (siluman). Cerita pendek Kasilib pernah mendapat hadiah II hadiah Sastra Mangle pada tahun 1968. di samping dalam kumpulan ini, cerita itu diantologikan pula dalam “sawelas Carita Pondok”
Cerita pendek Diwadalkeun ka Siluman (Dikorbankan kepada setan) direkam oleh ‘aku’ berdasarkan penuturan Imong dan istrinya, yang dalam usia lanjut dikenal dengan nama julukan Mang Merebot dan Bi Merebot, tentang peristiwa aneh yang dialami mereka.
Konon tersebut Babah Lintuh (gemuk) yang sangat kaya dari bertani ubi kayu dan sabrang. Ratusan hetar tanah disewa dari penduduk dengan cara bayar di muka sehingga mereka terbelenggu oleh utang kepada lintah darat itu. Tersebar secara bidik-bisik bahwa orang cina itu nyupang memuja mahluk halus ke Warudoyong. Tiap enam bulan ia harus mengorbankan jiwa. Yang dikorbankannya ialah paburunya (penjaga kebun), mati setelah tiba-tiba sakit.
Imong yang miskin melamar pekerjaan kepada Babah Lintuh itu. Ia segera diterima sebagai paburu karena Imong diketahui sebagai cucu Aki Malendra yang terkenal amat pekerjaan. Imong ditempatkan di hutan Bulak Panjang, perkebunan sabrang. Setelah bekerja beberapa lama, ia tiba-tiba sakit dan berusaha pulang. Penyakitnya makin lama makin berat, badannya panas dan ia mengigau, serta memperlihatkan gerakan-gerakan aneh.
Dalam keadaan gawat seperti itu, Waria datang tergopoh-gopoh memberitahukan bahwa ia baru saja melihat Imong diseret oleh tiga orang gulang-gulang (ponggawa) siluman, dinaikkan ke atas kuda belang (sebutan untuk kuda yang biasa menjadi tunggangan korban). Mendengar berita itu, istri Imong segera berlari hendak mencari gulang-gulang yang melarikan suaminya itu, tetapi tidak berhasil menemukannya.
Imong ternyata dibawa ke tempat pemujaan Warudoyong. Ia dituduh telah menerima rezeki lebih dan berutang kepada Babah Lintuh. Di sana ia dihadapkan kepada Demang Bincurangherang, raja siluman Warudoyong, dan kemudian dipenjarakan. Penjara itu sangat aneh, segalanya terbuat dari tubuh manusia dalam keadaan dipaku dan tersiksa secara mengerikan. Mereka itu semuanya adalah orang-orang yang dikenali oleh Imong. Selama berada dalam penjara itu, Imong melakukan salat dan menyebut Allah.
Demang Bincurangherang, yang membuka tempat pemujaan itu untuk membalas dendam kepda manusia, tidak lama kemudian mati. Ia diganti oleh putrinya yang bernama Nyimas Damarcaang. Putri ini adalah jin Islam karena sejak kecil ia dipelihara oleh kakeknya yang bernama Kaliwon Tamiang ropoh. Dalam pemeriksaan, Imong menerangkan makna nama putri jin itu serta menyatakan keteguhan kepada Allah. Akhirnya, Nyimas Damarcaang menyuruh semua rakyatnya beralih memeluk Islam, dan kemudian membubarkan tempat pemujaan Warudoyong. Setelah itu, Imong kembali ke jasadnya yang telah kurus kering karena menderita sakit yang demikian lama.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986