Diwadalkeun
ka Siluman
Sebuah kumpulan carita pondok (carpon)atau cerita pendek
karya Ki Umbara. Diterbitkan di
Bandung tahun 1965 dan tebalnya 80 halaman. Di dalamnya terkumpul empat buah
cerita pendek yang sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah Mangle. Keempat ceritera pendek itu
ialah: Kasilib, Diwadalkeun ka Siluman,
Mindahkeun Jurig dan Kiai
Bantalwulung. Keempat cerita pendek itu mengisahkan peristiwa yang
menyertakan mahluk halus (siluman). Cerita pendek Kasilib pernah mendapat hadiah II hadiah Sastra Mangle pada tahun
1968. di samping dalam kumpulan ini, cerita itu diantologikan pula dalam “sawelas Carita Pondok”
Cerita pendek Diwadalkeun ka Siluman (Dikorbankan
kepada setan) direkam oleh ‘aku’ berdasarkan penuturan Imong dan istrinya, yang
dalam usia lanjut dikenal dengan nama julukan Mang Merebot dan Bi Merebot,
tentang peristiwa aneh yang dialami mereka.
Konon tersebut Babah Lintuh (gemuk) yang sangat kaya dari
bertani ubi kayu dan sabrang. Ratusan hetar tanah disewa dari penduduk dengan
cara bayar di muka sehingga mereka terbelenggu oleh utang kepada lintah darat
itu. Tersebar secara bidik-bisik bahwa orang cina itu nyupang memuja mahluk halus ke Warudoyong. Tiap enam bulan ia harus
mengorbankan jiwa. Yang dikorbankannya ialah paburunya (penjaga kebun), mati setelah tiba-tiba sakit.
Imong yang miskin
melamar pekerjaan kepada Babah Lintuh itu. Ia segera diterima sebagai paburu karena Imong diketahui sebagai
cucu Aki Malendra yang terkenal amat pekerjaan. Imong ditempatkan di hutan
Bulak Panjang, perkebunan sabrang. Setelah bekerja beberapa lama, ia tiba-tiba
sakit dan berusaha pulang. Penyakitnya makin lama makin berat, badannya panas
dan ia mengigau, serta memperlihatkan gerakan-gerakan aneh.
Dalam keadaan gawat
seperti itu, Waria datang tergopoh-gopoh memberitahukan bahwa ia baru saja
melihat Imong diseret oleh tiga orang gulang-gulang
(ponggawa) siluman, dinaikkan ke atas kuda
belang (sebutan untuk kuda yang biasa menjadi tunggangan korban). Mendengar
berita itu, istri Imong segera berlari hendak mencari gulang-gulang yang melarikan suaminya itu, tetapi tidak berhasil
menemukannya.
Imong ternyata dibawa
ke tempat pemujaan Warudoyong. Ia dituduh telah menerima rezeki lebih dan
berutang kepada Babah Lintuh. Di sana
ia dihadapkan kepada Demang Bincurangherang, raja siluman Warudoyong, dan kemudian dipenjarakan. Penjara itu sangat
aneh, segalanya terbuat dari tubuh manusia dalam keadaan dipaku dan tersiksa
secara mengerikan. Mereka itu semuanya adalah orang-orang yang dikenali oleh
Imong. Selama berada dalam penjara itu, Imong melakukan salat dan menyebut
Allah.
Demang
Bincurangherang, yang membuka tempat pemujaan itu untuk membalas dendam kepda
manusia, tidak lama kemudian mati. Ia diganti oleh putrinya yang bernama Nyimas
Damarcaang. Putri ini adalah jin Islam karena sejak kecil ia dipelihara oleh
kakeknya yang bernama Kaliwon Tamiang ropoh. Dalam pemeriksaan, Imong
menerangkan makna nama putri jin itu serta menyatakan keteguhan kepada Allah.
Akhirnya, Nyimas Damarcaang menyuruh semua rakyatnya beralih memeluk Islam, dan
kemudian membubarkan tempat pemujaan Warudoyong. Setelah itu, Imong kembali ke
jasadnya yang telah kurus kering karena menderita sakit yang demikian lama.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986