Wednesday, January 9, 2019

BUDAK MINGGAT


Budak Minggat
Novel karangan Samsudi, cetakan pertama diterbitkan oleh Balai Pustaka, Jakarta, tanpa tahun. Cetakan kedua diterbitkan oleh Pusaka Sunda bandung tahun 1965. buku ini trdiri atas dua jilid, masing-masing tebalnya 70 dan 75 halaman, berukuran 17 x 12 cm.
Novel ini mengungkapkan nilai-nilai pendidikan, seperti kejujuran, keteguhan hati, dan kesetiaaan. Dalam buku ini diungkapkan pula nilai-nilai sosial yang terdapat dalam kehidupan masyarakat kuli perkebunan pada jaman penjajahan Belanda. Si Kampeng pelaku utama dalam novel ini, oleh pengarang digambarkan seadanya tanpa dibuat-buat, sehingga sosok peribadinya muncul secara lengkap, baik kejujurannya maupun kenakalannya.

Ringkasan Ceritera
Seorang anak Si Kampeng namanya, berusia 16 tahun. Ayahnya telah tiada. Ia berada di bawah asuhan ayah tirinya.
Ayah titinya sering menasehati dan memarahi Si Kampeng karena Kampeng terlalu senang bermain dan lupa membantu ayah tirinya yang pemarah.
Pada suatu senja. Kampeng disuruh oleh ayah tirinya membeli tembakau dengan dibekali uang satu rupiah. Pada saat ia akan membayarkannya, uang itu hilang. Ia pulang ke rumah tanpa tembakau. Marah ayah tirinya menjadi-jadi, meskipun ibunya turut membela Kampeng. Sebuah tamparan mendarat di pipi ibu Kampeng, ketika tamparan kedua akan mendarat di pipi ibu Kampeng, ia mencegahnya karena tidak tega melihat ibunya teraniaya. Ia menerjang tulang rusuk ayah tirinya. Darah pun muncrat dari kepala ayah tirinya yang luka membentur tiang. Kampeng kaget dan ketakutan, pikirannya kalut dan bingung, tidak tahu apa yang mesti dilakukan. Kemudian Kampeng pun larilah, minggat tanpa tujuan.
Dalam perjalanan minggatnya, Si kapeng ditipu orang. Ia terjual ke Deli, menjadi kuli perkebunan. Akan tetapi karena usia Kampeng masih terlalu muda, dia tidak jadi dipekerjakan sebagai kuli. Seorang Cina membawanya ke pulau Bengkalis untuk dipekerjakan sebagai penebang kayu di hutan belantara. Kampeng bertemu dengan mandor-mandor yang galak dan kejam. Untunglah dia bertemu dengan teman senasib anak Cina, Kim San namanya.
Pada suatu hari, ketika Kampeng sedang menebang pohon di hutan, Kim san sakit berat. Tidak seorangpun mau menolong, kecuali kampeng. Hujan turun dengan lebatnya. Seekor harimau besar tiba-tiba muncul dan mengaum menyeramkan. Si Kampeng lari terbirit-birit sambil kepayahan menggendong Kim San yang sakit menuju sebuah los. Demikian Kampeng memasuki pintu los, kepala harimau pun nongol di lubang pintu. Kampeng tak menyia-nyiakan kesempatan, leher harimau itu secepatnya dijepit dengan daun pintu dengan sekuat tenaga yang masih tersisa padanya. Harimau mati setelah berontak meronta-ronta karena lehernya tercekik oleh daun pintu, Kampeng selamat, orang-orang yang berada di sana semuanya memuji keberanian Kampeng.
Serombongan pemeriksa datanglah ke hutan penebang kayu, tempat Kampeng menyandang derita. Kampeng diberi kesempatan melaporkan tentang kehidupan kuli-kuli disana. Akibatnya, banyak mandor kejam yang diberhentikan. Kampeng diperbolehkan keluar dari tempat penebangan kayu, sebagai penghargaanatas laporan yang diberikannya dan karena usia Kampeng yang masih sangat muda.
Pergilah kampeng ke kota Bengkalis. Di sana dia menjadi tukang tembok atas pertolongan Arsim dan Akbar. Kampeng bekerja tekun dan sungguh-sungguh sehingga mendapat kepercayaan majikannya, akibatnya, Kampeng dibawa pindah majikannya ke Padang. Di sana Kampeng bekerja lebih rajin lagi, namun karena Kampeng sangat disayangi majikannya, dia dibenci dan bahkan difitnah oleh pegawai-pegawai lain. Kampeng minta berhenti bekerja di sana. Kampeng memperoleh pekerjaan lain menjadi tukang kayu dan membuat jembatan. Dia tetap bekerja rajin, sungguh-sungguh dan jujur. Majikannya yang baru ini pun menyayanginya pula.
Rasa rindu kampung halaman datang mencekam perasaan Kampeng. Setelah cukup uang tabungannya, dia pulang ke Jawa. Dalam perjalanan pulang ke pulau Jawa, Kampeng mampir belanja di pasar Golodog. Secara kebetulan, dia disana berjumpa dengan Kim San, orang yang pernah ditolongnya ketika sakit di tengah hutan penebangan kayu. Kim San kini telah menjadi seorang pedagang kain. Sebagai tanda terima kasih Kim San pada Kampeng, Kim Sanmemberikan sejumlah kain dan uang.
Kampeng meneruskan perjalanan pulang ke kampung. Pulanglah Kampeng, si anak hilang ke pangkuan ibunya. Betapa bahagia  hati seorang ibu yang menemukan kembali anaknya yang sudah dianggap hilang.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986