Sinopsis
CARITA BUDAK
MANYOR
Sunan Ambu, ratu
kahiangan, telah berputera delapan orang. Kendati demikian, sang maha dewi pada
suatu ketika memetik setangkai bunga jaksi dan daripadanya diciptakanlah dua
orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua anak itu sangat
buruk rupanya. Yang laki-laki tulang dadanya menonjol, sedang yang perempuan
tulang keningnya menjorok keluar. Yang laki-laki diberi nama BUDAK MANYOR dan yang perempuan SI GENJRU, dua nama yang sesuai dengan
keburukan rupa mereka.
Pada suatu ketika
Sunan Ambu memanggil mereka berdua, lalu memerintahkan kepada mereka agar turun
ke dunia ( Buana Panca Tengah ) dan
tinggal di Babakan Nenggang di Pakuan. Di dunia mereka diperintahkan untuk
hanya makan cabai dan bawang merah sebanyak-banyaknya. Keduanya melaksanakan
perintah ibunya, mereka tinggal di rumah nenek dan kakek “panyumpit” ( pemburu yang dalam pekerjaanya mempergunakan alat
sumpitan).
Dikisahkan di negara
Kuta Haralang yang diperintah oleh Raden Patih Gajah Malang, dan dibantu oleh
patihnya timbul suatu masalah. Masalah tersebut bermula pada permintaan putri
Agan Aci Haralang, adik baginda yang cantik jelita yang tak mau makan dan
minum. Ternyata kemudian bahwa sang putri menginginkan sesuatu, yaitu ingin
menyantap daging lutung duapuluh ekor, monyet duapuluh ekor dan jaralang
empatpuluh ekor. Sang putri menyatakan, bahwa kalau keinginannya itu tidak
dipenuhi, niscaya ia tidak akan sembuh dari sakitnya dan nafsu makan minumnya
akan tetap hilang.
Baginda gajah Malang memanggil sesepuh
yang dipercaya, yaitu Lengser, untuk mendapatkan apa yang diminta sang putri.
Lengser mengerahkan para pemburu ke hutan, namun tak seekorpun dari
binatang-binatang yang diinginkan itu ditemukan. Akhirnya baginda teringat pada
Ki Panyumpit, lalu memerintahkan
Lengser untuk menemui Ki Panyumpit
dengan pesan agar Ki Panyumpit mendapatkan pesanan sang putri dan tidak boleh
berhampa tangan. Seperti juga Lengser dan para pemburu, Ki Panyumpit yang
dibantu istrinya tidak menemukan seekor binatang pun.
Budak Manyor
mendengar kesulitan ayah dan ibu pungutnya, lalu menyanggupi untuk menolong.
Satu permintaannya, yaitu bahwa dari setiap jenis binatang ia meminta bahagian
seekor. Ki Panyumpit menyanggupinya. Budak Manyor meminta agar kakek dan nenek
Panyumpit memejamkan mata, sementara dia dengan adiknya Si Genjru berdoa kepada
Sunan Ambu (ibunya) mereka memohon pertolongan. Ketika suami istri tua itu
membuka mata mereka kembali, tampaklah lutung, monyet/kera dan jaralang
berlompatan di dahan-dahanpohon di hutan itu. Dengan mudah Ki Panyumpit
mendapatkan pesanan raja.
Namun ketika Budak
Manyor menagih hadiahnya, Ki Panyumpit tidak memberinya, karena jumlah binatng
yang didapat sesuai dengan pesanan. Budak Manyor tidak bersikeras untuk
mendapatkannya, namun ketika Ki Panyumpit dan istrinya berangkat untuk
menyampaikan pesanan raja, dengan kesaktiannya Budak Manyor memanggil tiga ekor
diantara binatang-binatang itu.
Ketika pesanan
dihitung di hadapan raja, Ki panyumpit dan istrinya terkejut karena jumlahnya
berkurang. Raja bertanya, Ki Panyumpit dan istrinya hanya menyampaikan dugaan
mereka, bahwa binatang-binatang itu diambil oleh Budak Manyor. Raja
memerintahkan agar Budak Manyor dipangil.
Budak Manyor diminta
menunjukan di mana binatng-binatang itu berada, akan tetapi ia menolak.
Akhirnya raja marah dan menghukum Budak Manyor dan Si Genjru. Si Genjru harus
menumbuk padi, sementara kakinya dirantai dengan sebuah rantai besi besar.
Budak Manyor dihukum dengan berbagai hukuman. Pertama ia diperintahkan untuk membersihkan
taman kerajaan: Budak Manyor menebangi segala pohon-pohon di dalam taman
itu, hingga taman menjadi “bersih” Baginda sangat murka, akan tetapi Lengser
mengatakan, bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Perintah rajalah yang tidak
jelas. Kemudian raja memerintahkan agar Budak Manyor mengambil sapu
sebanyak-banyaknya dari tempat menumbuk padi untuk dipergunakan dalam pekerjaan
menyapu gedung kosong. Kata menyapu dalam bahasa Sunda biasa dikatakan nyapukeun (menyapu) atau nyapuan (memberi
sapu). Malangnya, sang raja mempergunakan kata nyapuan. Budak Manyor
bukannya membersihkan ruangan gedung kosong, melainkan mengisi gedung kosong
itu dengan sapu sampai padat. Kemurkaan sang raja diluruskan oleh pendapat
Lengser yang mengatakan bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Akhirnya raja
memerintahkan Budak Manyor untuk menjadi pemimpin gembala. Namun, setelah
ternak dikeluarkan dari kandang, Budak Manyor justru memimpin mereka
bermain-main dan bersenang-senang, hingga terjadilah kekacauan di kerajaan,
karena ternak merusak sawah, ladang dan kebun orang. Akhirnya raja memutuskan
bahwa Budak Manyor dihukum kubur hidup-hidup.
Tersebutlah di
kerajaan lain, yaitu kerajaan Kuta Tandingan, yang memerintah adalah raja Raden
Patih Dipati Layung Kumendung, yang punya adik cantik jelita, Agan Sumur Agung
namanya. Kecantikan Agan Sumur Agung sangatlah terkenal, hingga berturut-turut
sang putri mendapat lamaran dari raja negara Kuta Solaka yang bernama Patih
Heulang Sangara, yang juga punya adik cantik jelita yang bernama Agan Raksa
Kembang; kemudian dari raja Kuta Pandak yang bernama Raden geger Malela. Raja
ini pun punya seorang adik putri yang rupawan, Agan sekar Malela namanya.
Pelamar selanjutnya adalah Raden Patih gajah nyambung, raja dari Dayeuh
Manggung Pasanggrahan Wetan. Raja ini melamar untuk putra beliau yang bernama
Raden Patih Kuda Pamekas. Para pelamar tidak langsung diterima diterima
lamarannya, karena putri Agan Sumur Agung mengajukan syarat, yaitu calon
suaminya harus sanggup bertapa tujuh tahun di bawah pohon Kiara Jingkang Dopang malang. Kecuali Raden Kuda Pamekas,
pelamar-pelamar lain tidak sanggup memenuhi permintaan itu. Dengan demikian
lamaran Raden Kuda Pamekaslah yang diterima. Yang lain terpaksa mengalah, namun
dalam hati mereka bertekad bahwa pada hari perkawinan Agan Sumur Agung akan
menyerangnya.
Sementara itu
tersebutlah Pangeran Banyak Wide Ciung Manara Aria Rangga Sunten Prebu Ratu
Galih, yang menjadi raja di Pajajaran. Putra raja yang kedua bernama Ratu
Sungging Gilang Mantri, seke senggeh Ranggalawe Aria Mangku
Nagara, mendengar pula tentang kecantikan Agan Sumur Agung. Ketika Pangeran
muda mohon ijin untuk pergi melamar, baginda berkeberatan melepas pangeran
muda, berhubung Agan Sumur Agung telah bertunangan dengan Raden Kuda Pamekas.
Namun raden sungging tidak taat kepada orang tuanya dan meloloskan diri di
tengah malam dengan tekad untuk pergi melamar. Mendengar berita lolosnya
pangeran, sang prabu bermuram durja dan bersabda: “Mengapa anak itu tidak mendengar nasihat orang tua ?, Niscaya ia
mengalami kesulitan karena tidak mau mendengar kata-kata orang tua. Mengapa
hanya mengikuti kehendak sendiri?”
Perkataan baginda
terbukti jua. Raden Sungging melakukan perjalanan sukar, keluar masuk hutan. Di
tepi sebuah sungai ia membuat perahu, lalu berlayar. Hujan lebat turun dan
perahu itu dihanyutkan arus ke samudra luas. Raden Sungging tidak berdaya dan
akhirnya pingsan.
Sunan Ambu di
kahyangan mengetahui nasib putra Pajajaran tersebut, lalu memerintahkan kepada
Budak Manyor untuk melakukan sesuatu, “Keluarlah
anakku, engkau harus menolong putra Pajajaran yang sedang mengalami malapetaka
di samudra luas. Pergilah segera, mengabdilah engkau padanya”.
Dari kuburannya Budak
Manyor menembus bumi mendapatkan Raden sungging di tengah samudra. Perahu raden
Sungging diseret ke pesisir dan raden Sungging diperciki air kehidupan. Raden
Sungging terkejut ketika melihat Budak Manyor yang menolongnya, karena rupa
Budak Manyor bukan saja buruk akan tetapi juga mengerikan. Namun setelah Budak
manyor menjelaskan bahwa sebenarnya dia adalah dewata kemanusiaan yang
ditugaskan menolong dan mengabdi kepada putra Pajajaran, Raden Sungging bukan
saja lega, melainkan juga sangat bergembira. Segera saja Budak Manyor diminta
bantuannya untuk mendapatkan Agan Sumur Agung.
Budak Manyor mencuri
Agan Sumur Bandung dan membawanya ke hutan tempat Raden sungging menunggu.
Ketika melihat satria yang tampan, Agan Sumur Agung mempernyaring jeritannya;
Budak Manyor menyerahkan Agan Sumur Agung kepada Raden Sungging, yang disangka
Sumur Agung sebagai penolongnya.
Di Kutatandingan
terjadi kegemparan. Raja mengadakan sayembara, yaitu barangsiapa menemukan dan
mendapatkan Agan Sumur Agung akan menjadi jodoh putri. Raja menyatakan, ia
terpaksa mengadakan sayembara itu, karena tidak ada cara lain untuk menyelamatkan
saudaranya itu, walapun saudaranya itu sudah dipertunangkan dengan Kuda
Pamekas.
Ketika Raden Sungging
dan Agan Sumur Agung datang di Kuta Tandingan, mereka disambut dengan meriah.
Raden Sungging langsung dianggap pemenang saembara, dan tidak saja dinikahkan
denganAgan Sumur Agung tetapi juga diangkat menjadi raja muda. Kedua peristiwa
besar itu dipestakan selama tujuh hari tujuh malam.
Pesta dengan segala
keramainnya terberita di kerajaan-kerajaan tetangga, seperti Kuta Salaka dan
kuta Pandak. Datanglah raja-raja dan putra raja, yaitu Kuda Pamekas untuk
mengajak berperang. Semua dikalahkan oleh Layung Kumendung, kakaknya Agan Sumur
Agung dan oleh Budak manyor raja-raja taklukan itu berjanji untuk mengabdi.
Kemudian Budak manyor
teringat akan saudara perempuannya, Si Genjru, ia mohon ijin kepada Raden
Sungging untuk menjemput saudaranya itu di Kuta Haralang. Dengan kesaktiannya
dibuatnya orang-orang Kuta haralang tertidur, lalu ia mengobrak-ngabrik
kerajaan Kuta haralang. Segala harta kekayaan Kuta Haralang diangkut ke Kuta
Tandingan, sedang yang ditinggalkannya hanyalah sebuah surat tantangan, yang
diletakkan dekar raja Gajah Malang yang sedang tidur.
Sebelum kembali ke
Kuta tandingan, Budak Manyor mengajak Si Genjru untuk berkunjung ke kahiangan.
Di sana ia mohon kepada ibunda Sunan Ambu untuk disepuh (dilokat). Kedua
bersaudara itu “dilokat” di dalam
godogan timah, rajasa, kuningan, perunggu, besi, baja, perak, suasa, emas,
intan, hingga mereka lebur di dalam campuran itu. Ketika mereka bangkit dari
godogan, mereka menjadi satria tampan dan puteri jelita. Budak Manyor diberi
nama Raden Patih Sutra kalang Panggung Aria Mangku Nagra, sedang Si Genjru
diberi nama Nyimas Aci Wangi Mayang Sunda Purba ratna kembang. Setelah diberi
nama, Sunan Ambu menitahkan mereka turun kembali ke Buana Panca Tengah. Setiba
di Kuta Tandingan, mereka menjelaskan kepada raja bahwa mereka adalah yang
semula Budak Manyor dan Si Genjru.
Aci Wangi kemudian
dinikahkan dengan Raden Sungging, sedang Sutra Kalang Panggung menikah dengan Aci
Haralang.
Patih dari Kuta
Haralang, menemukan surat tantangan, lalu berangkat ke kuta Tandingan untuk
menjawab tantangan itu. Tapi dia dikalahkan oleh Layung Kumendung, sedang raja
Gajah malang yang menyusul patihnya, juga dikalahkan oleh Sutra Kalang Panggung.
Setelah mereka dihidupkan kembali dari kematian, mereka berjanji untuk
mengabdi.
Sumber cerita dari:
Ki Atjeng Tamadipura
Situraja Sumedang
1973