Wednesday, January 9, 2019

BENTANG PASANTREN


Bentang Pasantren
Novel karangan Usep Romli H.M. diterbitkan oleh Pusaka Dasentra tahun 1983. buku ini berukuran 18 x 12 cm, dengan tebal 72 halaman.
Dalam novel ini pengarang mengemukakan masalah ajaran moral, dan pendidikan. Motivasi dari orang tua, keluarga, dan teman sangat besar pengaruhnya dalam menggapai cita-cita. Belajar akan berhasil apabila disertai dengan tekun. Percintaan merupakan unsur penunjang dalam mencapai tujuan. Novel ini menggambarkan kehidupan santri di lingkungan pesantren.

Ringkasan Ceritera
Aep jatuh cinta pada Imas Patonah anak Abuya yang baru pulang qiro’at, Aep dapat bertemu dengan Imas karena Aep, setelah tamat SLP, dimasukkan pesantren yang diiring dengan doa dari orang tuanya serta pamannya untuk meneruskan jejak kakeknya.
Yang mencintai Imas bukan Aep saja, tetapi lurah santri dan para santri senior pun sama-sama mencintainya. Akhirnya terjadi perang dingin memperebutkan cinta Imas.
Imas berwudu dan bertemu dengan Aep, Imas lari, akibatnya jatuh di pinggir rumah, sandal Imas tertinggal dan tidak sempat diambilnya. Imas terus pulang. Sandal Imas diambil Aep untuk dikembalikan.
Aep mendapat hukuman karena melanggar peraturan, yaitu meninggalkan mengaji dan salat berjamaah sewaktu mau bertemu dengan Imas di Ciporang. Hukumannya bertambah berat karena bertemu Imas ketika berwudu dan menempeleng Si Jumad karena menyindir kehilangan sandal.
Aep mengembalikan sandal dan mengirim surat pada Imas serta mendapat jawaban. Aep mendapat hukuman; kepalanya digunduli sebelah. Hukuman itu tidak menyebabkan Aep menjadi putus asa, melainkan dijadikan cambuk semangat belajar, apalagi setelah mendapat surat dari ayahnya dan pepatah dari pamannya, serta sahabatnya Padil dan juga Imas. Aep semakin rajin mengaji serta privat ngaji pada Abuya (kiai).
Ketika liburan mengaji, Aep pergi bermain ke kampung padil. Di perjalanan ia bertemu Imas, yang secara tidak sengaja mempunyai tujuan yang sama dengan temannya. Dalam perjalanan itu Aep dan Imas dapat berpadu janji hidup bersama, tetapi setelah sama-sama menyeleseaikan ngaji.

PUSAT PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
1986