Sinopsis
CARITA CIUNG WANARA
Penduduk Nagara Galih
pakuan kebanyakan masih orang halus. Penduduk setengah manusia baru 40 pasang
dan manusia baru 20 pasang.
Rajanya bernama Sang
Permana Di Kusumah. Dari kedua permaisurinya yaitu Pohaci Naga Ningrum dan Dewi
Pangrenyep belum mempunyai putra
Pada suatu waktu
Mantri Anom Aria Kebonan, Ki Gedang Agung akan menghadap raja, tetapi raja
sedang beradu. Timbullah niatnya untuk menjadi raja, setelah melihat nikmat dan
enaknya menjadi raja. Ratu weruh sadurung winara (tahu sebelum kejadian), oleh
karena itu segera memanggil Mantri Anom. Ratu bertanya kepada Mantri Anom
tentang keinginannya itu. Mula-mula tidak mengakuinya, tetapi setelah didesak
baru berterus terang.
Tak lama kemudian,
Sang Permana menyerahkan negara beserta isinya. Kedua permaisurinya
dititipkannya pula, hanya dengan perjanjian keduanya tidak boleh diganggunya.
Sesudah serah terima kekuasaan, Mantri Anom berganti nama menjadi raden Galuh
Barma Wijaya Kusumah sebagai ratu panyelang. Di hadapan raja baru, sang Permana
menghilang. Ia pergi ke Gunung Padang dan menjadi pendeta di sana, dengan nama Ajar Suka Resa.
Sepeninggal Sang
Perman, ratu baru menyuruh mengadakan pesta besar-besaran. Sebelumnya ia
berpesan kepada Lengser agar tidak ada yang tahu bahwa ia raja baru. Kepada
rakyat hendaknya disampaikan, bahwa raja telah kembali muda.
Selama di Gunung Padang, hati sang pendeta
tiada tenang. Pertama karena raja Barma Wijaya mabuk kekuasaan; ia berbuat
sewenang-wenang. Lain daripada itu Sang Permana belum mempunyai keturunan dari
kedua permaisurinya. Ia segera bertafakur minta kepada Hyang Widi agar dari
kedua permaisurinya dikaruniai anak. Tak lama kemudian terlihatlah cahaya yang
kilau kemilau; sebagian turun di hulu negeri dan masuk ke dalam diri Naga Ningrum,
sebagian lagi jatuh di keraton dan masuk ke dalam diri dewi Pangrenyep. Sesudah
itu Naga Ningrum bermimpi melihat cahaya yang kilau kemilau. Olehnya cahaya itu
diambilnya, lalu dikandungnya dengan cinde wulung. Begitu bangun ia merasa
susah sekali. Atas anjuran pendeta itu, Naga Ningrum memberitahukan mimpinya
kepada raja, bahwa baik Dewi pangrenyep maupun Naga ningrum akan mempunyai
putra laki-laki. Ratu tidak percaya akan keterangan Naga Ningrum. Ia ingin
bertanya langsung dengan pendeta itu. Maka diutusnya Lengser untuk memanggil
pendeta tersebut.
Setelah Lengser
pergi, kepada Naga Ningrum raja menyuruh mengandung bokor kancana, dan kepada
Dewi Pangrenyep menyruh mengandung kuali kancana, seolah-olah mereka sedang
mengandung tujuh bulan.
Pendeta tahu akan
kedatangan Lengser. Pendeta bersedia dipanggil raja, tetapi akan datang
kemudian. Hanya dititipkannya kepada Lengser: bunga melati sebungkus, kunir
sesolor dan bunga putih sepotong. Menerima pemberian itu raja sangat marah.
Pendeta, merubah
dirinya menjadi kakek-kakek, berangkatlah ia dengan maksud menghadap raja. Di
hadapan raja ia berkata, bahwa dari kedua permaisuri itu akan dilahirkan putra
laki-laki. Mendengar itu raja semakin marah. Perut pendeta ditusuknya dengan
Curiga/keris, tetapi tidak mempan. Bahkan keris itu menjadi pendek (mengkerut).
Raja bertambah marah, dianggapnya pendeta melawan raja. Pendeta lalu
ditantangnya. Dijelaskan oleh pendeta bahwa ia tidak bermaksud menantang raja.
Apabila memang raja menghendaki ia mati, ia rela melaksanakannya. Pendeta lalu
tunduk, mengeluarkan sukmanya di depan raja. Kemudian jasadnya dilemparkan,
berubah menjadi Naga Wiru, lalu bertapa.
Karena kandungan
kedua permaisuri itu semakin besar, maka kuali dan bokor kancana jatuh.
Keduanya dilemparkan, jatuh di tanak Kawali dan Padang.
Dengan ditolong oleh
dukun beranak Nini Marga Sari, Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra
laki-laki. Oleh ratu anak itu diberi nama Aria banga. Selanjutnya diadakan
pesta, memetakan anak yang baru lahir.
Pada suatu hari raja
dicarikan kutu di rambutnya oleh Naga Ningrum. Karena nikmatnya raja tertidur
di pangkuan naga Ningrum. Sukma pendeta masuk ke dalam kandungan Naga Ningrum.
Anak itu berkata, bahwa raja terlalu kejam. Pendeta Gunung Padang tidak
berdosa, oleh karena itu pembalasan kepada raja akan datang pada suatu waktu.
Begitu bangun raja menuduh Naga Ningrum atau Lengser mengatakan kalimat itu.
Kedua orang yang dituduh itu memungkirinya. Ketika ditanyakan kepada para
bupati, para mantri dan ahli nujum, ada seorang mantri yaitu Banyak Lumanglang
yang mencoba menerangkannya. Dikatakannya bahwa kejadian itu baik dan buruk.
Yang lain, yaitu Yaksa Mayuta memberikan keterangan bahwa yang mengucapkan itu
adalah bayi dalam kandungan Naga Ningrum, dan ucapan itu akan membawa akibat buruk
pada raja. Mendengar keterangan itu, raja menyatakan, bahwa ia tidak lagi
mempunyai hubungan apa pun dengan Naga Ningrum, dan jika anak itu lahir, tidak
akan diakuinya sebagai anak. Kepada Dewi pangrenyep raja berpesan supaya pada
waktu Naga ningrummelahirkan mata dan telinganya harus ditutup dengan malam
panas. Anaknya supaya ditempatkan dalam kandaga, lalu dihanyutkan ke sungai
Citanduy.
Untuk membantu
kelahiran Naga Ningrum, ia menyuruh dua orang emban yaitu Sangklong
Larang dan Timbak Larang mencari dukun beranak. Tetapi dukun beranak tidak
diperolehnya. Hal itu diberitahukan kepada dewi pangrenyep. Dewi Pangrenyep
segera datang di tempat Naga Ningrum. Ditolongnya Naga Ningrum melahirkan, lalu
dilakukannya apa-apa yang diruhkan raja kepadanya.
Setelah bayi lahir,
bersama sebutir telur aya, ditempatkan dalam kandaga. Tembuninya ditempatkan
dalam tapisan setelah dibentuk seperti anjing. Sesudah itu Dewi Pangrenyep
membuang bayi tersebut ke sungai Citanduy. Dengan melewati sebuah Jamban
larangan dan Ciawi Tali, sampailah kandaga itu disapu angin, dan tersangkut
disana.
Kandaga terlihat oleh
raden Himun Hidayatullah, putra Nabi Sulaeman yang sedang bertapa di
bantengmati. Kemudian sungai Citanduy ditepuknya supaya banjir, dan merubah
dirinya menjadi buaya putih. Kandaga lalu dijunjungnya sampai di sebelah hilir
Sipatahunan.
Setelah membuang
bayi, Dewi Pangrenyep mengajak Naga Ningrum membuka tapisan yang ditutupi
dengan cinda kembang. Bukan main terperanjatnya Naga Ningrum, karena yang
dilihatnya bukan bayi biasa, melainkan seekor anak anjing.
Sesudah raja
mengetahui hal itu, disuruhnya lengser untuk membunuh Naga Ningrum, namun
Lengser tak sampai hati membunuhnya, malah Naga Ningrum disuruhnya bertapa.
Setelah Lengser
memberikan laporan tentang tugas “membunuh” Naga Ningrum, ia
diperintahkan raja untuk mengumumkan kepada rakyat tentang akan diadakannya
pesta.
Di sebelah hilir
kandaga tersangkut, ada sebuah lubuk yang bernama Leuwi Sipatahunan. Di sinilah
Aki dan Nini Balangantrang mmasang lukah/badodon. Karena melihat sungai itu
banjir, aki dan nini Balangantrang tidak berani mengangkat lukahnya. Mereka
kembali lagi ker rumahnya, kemudian mereka tidur. Nini Balangantrang bermimpi
melihat matahari sambil memangku bulan. Sedangkan Aki balangantrang bermimpi melihat
cahaya di dasar air sebesar buah balingo. Mereka mencoba mereka-reka makna
mimpi. Karena yakin akan mendapat rizki lebih besar lagi dari lukahnya.
Mereka kembali ke
sungai untuk melihat lukahnya. Tampak oleh mereka dalam lukahnya ada kandaga.
Dikeluarkannya lukah itu lalu kandaga dibukanya. Pada awlanya kaget tapi
kemudian mereka gembira karena setelah membuka kandaga ternyata isinya adalah
seorang bayi dan sebuah telur ayam. Bayi segera dimandikan dengan air yang
keluar dari celah-celah batu yang kena hentakan kaki bayi tersebut.
Pada suatu hari anak
itu menyirep (membuat tidur orang lain) Aki dan Nini Balangantrang. Di kala
mereka tidur, anak itu terbang ke angksa. Dari sana terlihatlah negara Galih Pakuan, dan
Aria banga sedang diasuh oleh para tumenggung, dijaga oleh para bupati. Timbul
rasa irinya. Ia bersama Aki dan Nini Balangantrang hidup dalam kesengsaraan.
Maka diciptakanlanya sebuah kampung yang diberi nama babakan geger sunten.
Setelah itu ia minta ayam jantan. Atas suruhan anak itu, Aki balangantrang
mengambil telur yang ada dalam kandaga. Selanjutnya anak itu pergi ke Gunung padang untuk meminta
tolong Naga Wiru menetaskan telur ayam tersebut. Kemudian anak itu minta pula
bahan sumpit dan koja. Kehendaknya dilaksanakan pula oleh Aki Balangantrang
Pada suatu hari anak
itu mengajak pergi berburu kpada kedua orang tua angkatnya. Di hutan di
lihatnya tiga ekor ciung dan wanara (kera). Kedua jenis binatang ini tidak
boleh disumpitnya. Sejak itu, anak tersebut bernama CIUNG WANARA. Ciung Wanara bertanya tentang siapa orang tua yang
sebenarnya. Dijelaskan oleh Aki Balangantrang, bahwa ayah yang sebenarnya
adalah Ratu Galih Pakuan, dan ibunya adalah Naganingrum
Terdengarlah berita
oleh Ciung Wanara, bahwa di nagara Galih Pakuan akan diadakan sabungan ayam. Ia
segera minta ijin kepada orang tua angkatnya untuk mengikuti persabungan itu.
Setibanya di pintu
gerbang negara, terlihatl oleh Ciung Wanara tiga orang penjaga yaitu Aki Geleng
Pangancingan, Aki Kuta Kahyangan dan Yaksa Mayuta. Ketiga penjaga itu tak bisa
melihat Ciung Wanara, karena mantra-mantra yang diucapkan Ciung Wanara.
Ciung Wanara
meneruskan perjalanannya . ia bertemu dengan nenek-nenek yang memelihara ayam
raja. Ayam itu disabungnya, sehingga ayam raja kalah dan mati.
Sesampainya di alun-alun,
ia mengubah dirinya menjadi anak hitam buncit perut. Ayamnya jadi ayam kelabu
sentul. Ia bertemu dengan Guntur Sagara dan Bontot Nagara, anak Gajah Manggala,
pertemuan dengan anak itu diberitahukan kepada ayahnya, Gajah Manggala. Lengser
segera disuruh menangkap anak itu. Lengser tak bisa menemukannya, karena anak
itu telah mengubah dirinya menjadi Bagus Lengka, seorang satria yang gagah dan
tampan. Lengser tahu bahwa anak yang dicarinya itu tiada lain daripada putra
Naga Ningrum yang dibuang ke Sungai Citanduy.
Di alun alun Ciung
Wanara bertemu dengan Patih Purawesi dan Patih Puragading yang membawa ayam.
Ayam Ciung Wanara disabungnya dengan ayam kedua patih itu. Ayam patih itu kalah
dan mati oleh ayam Ciung Wanara. Kedua patih itu marah, diterkamnya Ciung
Wanara, tapi Ciung Wanara menghilang.
Setelah mencari ke sana ke mari, di
alun-alun Lengser bertemu dengan Ciung Wanara. Oleh Lengser ia dihadapkan
kepada raja. Dikatakannya bahwa ia ingin ikut menyabung ayam. Raja
menyetujuinya, dengan mempertaruhkan negara sebelahnya. Ciung Wanara
mempertaruhkan nyawanya.
Pada waktunya,
dimulailah pertarungan ayam Ciung Wanara dengan ayam raja. Ayam Ciung Wanara
terdesak. Segera ia pergi ke tepi Cibarani, diusap ayamnya dengan air. Setelah
itu ayamnya disabungkan kembali. Ayam raja kalah. Segera para bupati dan para
mantri dipanggil raja, lalu raja mewariskan negara sebelah barat beserta isinya
kepada Ciung Wanara. Negara bagian timur dan isinya kepada Aria Banga.
Lama-lama Ciung
Wanara sadar, ia merasa ditipu oleh raja. Apa yang diberikan raja kepadanya
bukanlah warisan, melainkan taruhan menyabung ayam. Ia ingin membalas kekejaman
raja dan Dewi Pangrenyep, dengan jalan memenjarakannya dalam penjara besi.
Sebelumnya ia minta ijin kepada ibunya, juga kepada ayahnya. Ibu dan ayahnya
merestuinya. Kala itu datanglah Batara Trusnabawa, ayah Naga Ningrum memberikan
bahan penjara.
Kepada pandai besi yang bernama Ki Gendu Mayak dikemukakan
maksud akan membuat penjara besi itu. Pandai besi itu bersedia membuatkan
penjara besi dengan syarat memberitahu terlebih dahulu kepada Ratu Sepuh, yaitu
Raden Galuh Barma Wijaya. Ketika raja bertanya tentang maksud membuat penjara,
dikatakannya bahwa penjara diperuntukan orang yang berniat jahat kepada raja
dan permaisurinya.
Penjara yang amat baik buatannya telah selesai, Raja dan
Dewi Pangrenyep ingin melihatnya. Ketika akan melihat bagian dalamnya, Ciung
Wanara membuat damar. Begitu mereka masuk, dikuncilah penjara itu dari luar
oleh Ciung Wanara. Mereka terkurung dalam penjara. Ketika didengar oleh Aria
Banga akan hal itu, disuruhnya para bupati, para jaksa dan para aria
mengeluarkannya. Tetapi tidak berhasil, karena penjara tak bisa diangkat
mereka.
Ciung Wanara bertemu dengan Aria Banga, terjadilah
peperangan. Setelah delapan belas tahun berperang, sampailah di sebuah sungai,
Aria Banga dilemparkan ke sebelah timur. Akan kembali menyerang tidak dapat,
karena terhalang oleh sungai itu. Dikatakan oleh Aria Banga, bahwa peperangan
hanya sampai disitu. Sungai itu dinamainya sungai Cipamali (tabu) berselisih
dengan saudara. Mereka bersalaman. Selanjutnya Aria Banga pergi ke timur,
sampailah di Majapahit. Sedangkan Ciung Wanara menuju ke barat. Sebelum
berpisah ditentukanlah batas kekuasannya. Dari Cipamali ke timur bagian Aria
Banga dengan nama tanah Jawa, Kejawan Kaprabon. Dari Cipamali ke barat, dengan
nama Tanah Sunda, Pasundan sampai di Palembang bagian Ciung Wanara
Penjara dilemparkan oleh Ciung Wanara, jatuh di Kandang
Wesi, Ciung Wanara pergi ke Pajajaran, Aria banga menuju Majapahit.
Sumber ceritera
Almanak Sunda.
G.M. Pleyte
1922/1923