Kumpulan Naskah Gending Karesmen/Drama Swara/Sekar Catur/Gondang: Ruhak Pajajaran, Si Kabayan jeung Raja Jimbul, Bantrok, Duel, Pahlawan Samudra, Nagara Tojaiah, Istri Tampikan, Gunem Catur, Ka teu amanan hate, Kareta Api, Malindes, Mikangen Tengtrem, Pameget Cegekan, Patelak Swara, Rapat RT, Saha?, Sandang Pangan, Sekar Catur, Sempal Guyon, Berekat Katitih Mahal, Rumaja-Rumaja, Gondang: Guriang, Ayang-ayanggung, Kentrung Hariring, Samagaha, Ngabungbang
Saturday, June 8, 2019
Thursday, June 6, 2019
Thursday, February 21, 2019
Wednesday, January 9, 2019
GAJAH LUMANTUNG
Sinopsis
LALAKON GAJAH LUMANTUNG
Gajah Lumantung
adalah raja di negara Pasir Batang Lembur Tengah. Ia mempunyai adik seorang
putri bernama Nyai Nimbang Manik yang telah bersuami, nama suaminya Sangiang
Guru Gantang.
Ketika itu yang
menjadi raja di negara Majapahit adalah Singa Komala. Ia mempunyai adik
perempuan bernama: Nyai Sekar Kombala. Raja Majapahit bermaksud untuk merebut
negara Pasir Batang Lembur Tengah.
Nyai Sekar Kombala
ketika diberi tahu oleh Singa Kombala bahwa ia berniat akan merebut kerajaan
Pasir Batang, dinasehati agar niatnya itu dibatalkan saja, sebab Pasir Batang
Lembur Tengah sudah mempunyai raja yang bernama Gajah Lumantung. Nasihat
adiknya itu tidak didengarkan oleh Singa Kombala.
Dipanggilnya-lah
hulubalang yang bernama Badak Sangora dan menitahkan agar membuat jalan dari
Majapahit ke Pasir Batang Lembur Tengah. Badak Sangora memanggil Lengser untuk
mengumpulkan para prajurit dan rakyat Majapahit. Setelah berkumpul
diperintahkannya untuk membuat jalan ke negara Pasir Batang Lembur Tengah.
Jalan itu selesai
dalam satu hari. Singa Kombala beserta istri dan adiknya yang bernama Sekar
Kombala pergi ke negara Pasir Batang Lembur Tengah, diiringkan oleh Badak
Sanggora beserta seisi keraton. Singa Kombala menunggangi kuda putih bernama
Sangbarani, anak Si Mega Lanang, dan Badak Sangora menunggangi kuda berbulu
burik, sedangkan Sekar Kombala dan istri Singa Kombala menunggangi kereta.
Setelah sampai di pinggir negara Pasir Batang Lembur Tengah mereka mendirikan
pasanggrahan.
Gajah Lumantung mendengar
kabar bahwa Singa Kombala sudah membuat pasanggrahan untuk kemudian merampas
negara Pasir Batang Lembur Tengah. Adik Gajah Lumantung yang bernama Nyai
Nimbang Manik menyarankan agar mereka melarikan diri saja, sebab raja Majapahit
itu terkenal sakti. Gajah Lumantung marah, karena ia tidak sudi melarikan diri.
Nyai Nimbang Manik diciptanya menjadi kecil sekali hanya sebesar kacang tanah,
lalu dimasukannya ke dalam cupu manik, disimpan dalam gendongannya.
Bersama Prabu Guru
Gantang yang bersedia menyertainya berperang melawan Singa Kombala,
berangkatlah Gajah Lumantung ke medan
perang dekat pasanggrahan Singa Kombala, lalu ditantangnya raja Majapahit
berperang.
Singa Kombala
menyuruh hulubalangnya Badak Sangora berperang dengan Gajah Lumantung. Badak Sangora
kalah dan mati, dibunuh Gajah Lumantung. Prabu Singa Kombala turun ke medan perang, lalu
berperang dengan Gajah Lumantung. Gajah Lumantung mati dibunuh oleh Singa
Kombala, lalu Singa Kombala menantang Guru Gantang untuk maju ke medan perang.
Prabu Guru Gantang
tidak berani berperang melawan Singa Kombala, karena ia tahu Singa Kombala
lebih sakti dari dirinya. Lalu ditulislah surat
kepada keponakan Gajah Lumantung yang bernama Taji Wiru Kuning raja di Haurduni
yang beradik seorang putri bernama Ratu Manik. Surat itu berisi pemberitahuan tentang
diserangnya negara Pasir Batang Lembur Tengah oleh raja Majapahit, dan
diberitahukan pula tentang kematian Gajah Lumantung dalam peperangan karena
dibunuh Singa Kombala. Dimintanya pertolongan, agar Taji Wiru Kuning mau
membantu mengusir musuh dari negara Pasir Batang Lembur Tengah.
Setelah menerima dan
membaca surat dari Prabu Guru Gantang, Taji Wiru Kuning berangkat ke negara
Pasir Batang Lembur Tengah, langsung menuju ke medan perang, serta menantang
Singa Kombala untuk berperang.
Dalam peperangan itu,
Singa Kombala kalah dan mati dibunuh oleh Taji Wira Kuning. Adik Singa Kombala
meminta kepada Taji Wira Kuning agar kakaknya Singa Kombala dan Badak Sangora
dan semua yang mati dalam peperangan itu dihidupkan kembali. Permintaan itu
dikabulkannya dan semua orang yang mati hidup kembali, berkat kesaktian Taji
Wiru Kuning.
Akhirnya semua raja
menyatakan takluk kepada Taji Wiru Kuning dan bersedia mengabdikan diri,
selanjutnya Taji Wiru Kuning memerintah negara Pasir Batang Lembur Tengah
membawahi negara-negara taklukannya.
Sumber ceritera
Ed J.J. Meyer,1891
DIWADALKEUN KA SILUMAN
Diwadalkeun
ka Siluman
Sebuah kumpulan carita pondok (carpon)atau cerita pendek
karya Ki Umbara. Diterbitkan di
Bandung tahun 1965 dan tebalnya 80 halaman. Di dalamnya terkumpul empat buah
cerita pendek yang sebelum dibukukan pernah dimuat dalam majalah Mangle. Keempat ceritera pendek itu
ialah: Kasilib, Diwadalkeun ka Siluman,
Mindahkeun Jurig dan Kiai
Bantalwulung. Keempat cerita pendek itu mengisahkan peristiwa yang
menyertakan mahluk halus (siluman). Cerita pendek Kasilib pernah mendapat hadiah II hadiah Sastra Mangle pada tahun
1968. di samping dalam kumpulan ini, cerita itu diantologikan pula dalam “sawelas Carita Pondok”
Cerita pendek Diwadalkeun ka Siluman (Dikorbankan
kepada setan) direkam oleh ‘aku’ berdasarkan penuturan Imong dan istrinya, yang
dalam usia lanjut dikenal dengan nama julukan Mang Merebot dan Bi Merebot,
tentang peristiwa aneh yang dialami mereka.
Konon tersebut Babah Lintuh (gemuk) yang sangat kaya dari
bertani ubi kayu dan sabrang. Ratusan hetar tanah disewa dari penduduk dengan
cara bayar di muka sehingga mereka terbelenggu oleh utang kepada lintah darat
itu. Tersebar secara bidik-bisik bahwa orang cina itu nyupang memuja mahluk halus ke Warudoyong. Tiap enam bulan ia harus
mengorbankan jiwa. Yang dikorbankannya ialah paburunya (penjaga kebun), mati setelah tiba-tiba sakit.
Imong yang miskin
melamar pekerjaan kepada Babah Lintuh itu. Ia segera diterima sebagai paburu karena Imong diketahui sebagai
cucu Aki Malendra yang terkenal amat pekerjaan. Imong ditempatkan di hutan
Bulak Panjang, perkebunan sabrang. Setelah bekerja beberapa lama, ia tiba-tiba
sakit dan berusaha pulang. Penyakitnya makin lama makin berat, badannya panas
dan ia mengigau, serta memperlihatkan gerakan-gerakan aneh.
Dalam keadaan gawat
seperti itu, Waria datang tergopoh-gopoh memberitahukan bahwa ia baru saja
melihat Imong diseret oleh tiga orang gulang-gulang
(ponggawa) siluman, dinaikkan ke atas kuda
belang (sebutan untuk kuda yang biasa menjadi tunggangan korban). Mendengar
berita itu, istri Imong segera berlari hendak mencari gulang-gulang yang melarikan suaminya itu, tetapi tidak berhasil
menemukannya.
Imong ternyata dibawa
ke tempat pemujaan Warudoyong. Ia dituduh telah menerima rezeki lebih dan
berutang kepada Babah Lintuh. Di sana
ia dihadapkan kepada Demang Bincurangherang, raja siluman Warudoyong, dan kemudian dipenjarakan. Penjara itu sangat
aneh, segalanya terbuat dari tubuh manusia dalam keadaan dipaku dan tersiksa
secara mengerikan. Mereka itu semuanya adalah orang-orang yang dikenali oleh
Imong. Selama berada dalam penjara itu, Imong melakukan salat dan menyebut
Allah.
Demang
Bincurangherang, yang membuka tempat pemujaan itu untuk membalas dendam kepda
manusia, tidak lama kemudian mati. Ia diganti oleh putrinya yang bernama Nyimas
Damarcaang. Putri ini adalah jin Islam karena sejak kecil ia dipelihara oleh
kakeknya yang bernama Kaliwon Tamiang ropoh. Dalam pemeriksaan, Imong
menerangkan makna nama putri jin itu serta menyatakan keteguhan kepada Allah.
Akhirnya, Nyimas Damarcaang menyuruh semua rakyatnya beralih memeluk Islam, dan
kemudian membubarkan tempat pemujaan Warudoyong. Setelah itu, Imong kembali ke
jasadnya yang telah kurus kering karena menderita sakit yang demikian lama.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986
DEUGDEUG PATI JAYA PERANG
Sinopsis
CARITA DEUGDEUG PATI JAYA PERANG
Raden Bagawat Imeng
Sonjaya adalah putra Prabu Siliwangi, raja di Pajajaran. Suatu malam ia
bermimpi bertemu dengan putri cantik dari daerah timur. Ia meminta ijin kepada
ayahnya untuk mengembara ke daerah timur mencari putri cantik yang terlihat
dalam mimpinya.
Ayahandanya
mengijinkan, dan berangkatlah Raden Begawat Imeng Sonjaya melalui jalan angkasa
menuju daerah timur bersama pengiringnya yang bernama Kai Lengser.
Ia diterima oleh raja
negara Rambut Pala yang bernama Raden Demang Jaya Mantri, serta dipertemukan
dengan adiknya seorang putri yang cantik bernama Nyi Ameng Layar. Kebetulan
putri itu serupa betul dengan putri impiannya, lalu dilamarnya dan diterima
dengan senang hati.
Raden Begawat Imeng
Sonjaya dinikahkan oleh Raden Demang Jaya Mantri kepada Nyi Ameng Layar.
Setelah menikah Raden
Begawat Imeng Sonjaya meminta kepada Demang Jaya Mantri agar menantang perang
kepada raja Galiota. Demang Jaya Mantri pergi ke negara Galiota dan berperang
dengan rajanya, yang bernama Raden Braja Kilat. Demang Jaya Mantri menang dalam
peperangan itu dan raden Braja Kilat menyerahkan negaranya beserta adiknya,
seorang putri bernama Nyi Mas Karuntuyan.
Raden Begawat Imeng
Sonjaya pindah ke negara Galiota, dan dinobatkan menjadi raja di Galiota, Nyi
Mas Karuntuyan dijadikan istrinya.
Di negara Kuta
Pamengkang Mega, rajanya bernama Raden Deugdeug Pati Jaya Perang. Suatu hari ia
didatangi adiknya, seorang putri bernama Nyi Mas Inten Badaya. Adiknya itu
mengatakan bahwa ia bermimpi melihat ikan paus bersisik emas di laut selatan,
yang termasuk negara Galiota, dan seekor badak berbulu belang berekor emas di
hutan negara Galiota.
Raden Deugdeug Pati
Jaya Perang mengajak adiknya untuk pergi ke negara Galiota mengabdikan diri
kepada Raden Begawat Imeng Sonjaya, karena mungkin negara itulah mereka akan
mendapat kesulitan.
Merekapun
berangkatlah ke negara Galiota, lalu mengabdikan diri kepada raden Begawat
Imeng Sonjaya dan menyerahkan adiknya Nyi Mas Inten Badaya.
Raden Deugdeug Pati
Jaya Perang diangkat jadi hulubalang raja, Raden demang Jaya Mantri menjadi
Patih, sedang Raden Braja Kilat menjadi penjaga keraton.
Suatu ketika Raden
Deugdeug Pati Jaya Perang meminta ijin kepada raja akan berperang dengan raja
di negara Kuta Gedongan, dan raja di negara Gunung Layang.
Setelah diijinkan
Raden Deugdeug Pati Jaya Perang berangkatlah
Negara Kuta Gedongan
dirajai oleh tiga bersaudara, yaitu Lembu Tutur, gajah Menur dan gajah
Mancawura, yang masing-masing mempunyai adik perempuan yaitu; Sari Kancana,
sari Dewata dan Sari Wayangan.
Ketiga bersaudra itu
berperang melawan Raden Deugdeug Pati Jaya Perang, tetapi ketiga-tiganya kalah,
dan menyatakan takluk serta bersedia mengabdikan diri.
Sebelum kembali ke
negara Galiota mereka pergi dahulu ke negara Gunung Larang. Rajanya bernama
Gajah Larang, mempunyai adik seorang putri, bernama Nyi Aci Larang. Dalam
peperangan melawan Raden deugdeug Pati Jaya Perang, Gajah Larang kalah, lalu
menyatakan takluk dan bersedia mengabdikan diri.
Semua raja taklukan
dan putri-putrinya dibawa ke negara Galiota, dipersembahkan kepada Raden
Begawat Imeng Sonjaya. Negara Galiota menjadi lebih besar dan ramai, subur
makmur lohjinawi.
Nyi Ameng Layar,
permaisuri raja yang sedang mengandung suatu malam ingin berhibur diri dengan pembacaan
ceritera sambil ditembangkan. Raja menyuruh Raden Deugdeug Pati Jaya Perang
membacakannya.
Suara orang menembang
terdengar oleh Raden Braja Kilat yang sedang menjaga keraton. Ia melihat ke paseban (balaiirung). Terlihatlah Raden
Deugdeug Pati Jaya Perang sedang menembang, ditemani oleh Raden Demang
Jayamantri, di depan Nyi Ameng layar yang cantik.
Raden Braja Kilat
merasa iri, orang lain bersenang-senang, sedangkan ia sendiri disuruh
berjaga-jaga, padahal negara Galiota itu kepunyaannya. Timbullah niat jahatnya
untuk mencelakakan Raden Deugdeug Pati Jaya Perang dan raden Demang Jayamantri
beserta adiknya Nyi Ameng Layar, agar kelak ia sendirilah yang diangkat menjadi
patih, dan adiknya Nyi Mas Karuntuyan menjadi permaisuri raja.
Ditiupnya mantra untuk
menidurkan semua orang, sehingga ketiga orang yang berada di paseban itu
tertidur semuanya.
Kemaluan Nyi Ameng
Layar dijahitnya dengan kawat pusaka, lalu ditidurkan dalam pelukan Raden
Deugdeug Pati Jaya Perang. Setelah itu cepat-cepat ia memberitahukan raja,
bahwa Raden Deugdeug Pati Jaya Perang telah berhianat. Raja dibawa ke paseban
untuk melihat buktinya.
Raden Begawat Sonjaya
bukan main marahnya, lalu menitahkan kepada Raden Braja Kilat agar ketiga orang
itu dibunuh.
Nyi Ameng layar
ditarik rambutnya oleh Raden Braja Kilat, lalu di bawa ke alun-alun, dan
perutnya diinjak-injak tanpa mendengarkan jeritannya.
Ketika Nyi Ameng
Layar akan dibunuh, dihalang-halangi oleh Kai Lengser yang mengatakan bahwa
tanpa membunuh Nyi Ameng Layarpun, Raden Braja Kilat pasti menjadi patih. Nyi
Ameng Layar lalu dilemparkan jauh-jauh, dan jatuh di Lubuk Batok.
Raden Braja Kilat
kemudian menyeret raden Deugdeug Pati Jaya Perang dan raden Demang Jayamantri,
dibawa ke alun-alun untuk dibunuhnya. Akan tetapi sebelum Raden Braja Kilat
membunuhnya, kedua orang itu berkata, bahwa Braja Kilat tidak mungkin dapat
membunuh mereka. Oleh karena itu, bila kematian yang diinginkan raja, mereka
lebih baik bunuh diri, lalu keduanya saling menusuk dengan keris mereka
masing-masing, hingga mati. Mayatnya dilemparkan oleh Raden Braja Kilat dan
jatuh pula di Lubuk Batok, bersama mayat Nyi Ameng Layar.
Sukma ketiga orang
itu melihat tubuh mereka dari angkasa, lalu masuk kembali kedalam tubuhnya
masing-masing, kemudian mereka hidup kembali, lalu pergi dari Lubuk batok dan
mereka tinggal di kaki Gunung Banjaran.
Beberapa waktu
kemudian Nyi Ameng Layar menangis meratap-ratap, karena ia merasa akan
melahirkan, tetapi bayinya tidak dapat keluar sebab kemaluannya dijahit.
Ratapan Nyi Ameng Layar terdengar oleh seorang nenek yang sedang bertapa di
Puncak Gunung banjaran. Ditolongnya Nyi Ameng Layar melahirkan dengan membuka
dulu kawat penjahit kemaluan Nyi Ameng Layar, dengan kesaktiannya kawat itu
dijahitkan kepada Nyi Mas Karuntuyan di negara Galiota.
Nyi Ameng Layar
melahirkan, bayinya laki-laki, mirip sekali ayahnya, Raden Imeng Sonjaya. Bayi
itu diberi nama Raden Simpay Katulayah Pangeran Rangga Uyuhan.
Raden Demang
Jayamantri berunding dengan Raden Deugdeug pati Jaya Perang, bahwa mereka akan
kembali ke negara Galiota membawa Nyi Ameng Layar bersama anaknya. Mereka
bermaksud menuntut balas kepada Raden Braja Kilat dan Nyi Mas Karuntuyan. Untuk
menggendong bayi, maka nenak pertapa ikut pula.
Ketika mereka tiba di
negara Galiota, mereka disambut dengan tembakan senapan. Tetapi karena
kesaktian nenek pertapa, peluru-peluru itu berbalik arah menyerang pasukan
Galiota.
Raden Deugdeug Pati
Jaya Perang mengamuk. Semua ponggawa dan prajurit yang ada di alun-alun
dibunuhnya. Lalu masuk ke keraton mencari Raden Braja Kilat. Setelah ditemukan,
lalu dibunuhnya dan mulutnya dibelah. Mayat Raden Braja Kilat dilemparkan,
jatuh di laut utara dan menjadi buaya putih.
Adik Raden Braja
Kilat, Nyi Mas Karuntuyan ditangkap tangannya oleh Raden Deugdeug Pati Jaya
Perang, lalu diseret ke alun-alun. Perutnya yang sedang mengandung di
injsk-injsk dehinggs bsyinys keluar. Ibu dan anak kedua-duanya mati.
Mayat Nyi Mas
Karuntuyan dilemparkan ke laut selatan menjadi himi-himi, sedang bayinya dilemparkan ke laut utara jatuh di
Muara Kicipir, mejadi bermacam-macam hama .
Raden Deugdeug Pati
Jaya Perang bersama Raden Demang Jayamantri serta Nyi Ameng Layar dan nenek
pertapa beserta bayinya, masuk ke dalam keraton mencari raja. Lalu menyerahkan
Nyi Ameng dan bayinya. Begawat Imeng Sonjaya mau menerima bayi itu sebagai
anaknya, kalau anak itu mirip dengannya. Ternyata ketika diperlihatkan, bayi
itu mirip wajahnya, barulah Nyi Ameng Layar diterima kembali menjadi
permaisurinya.
Negara Galiota
kemudian diserahkan kepada Raden Deugdeug Pati jaya Perang, dan Raden Demang
Jaya Mantri memerintah kembali negaranya, ialah negara Rambut Pala, sedang
Begawat Imeng Sonjaya hanya memerintah di negara Kuta Gedongan.
Raden Deugdeug Pati
Jaya Perang memerintah dengan adilnya, sehingga negara Galiota bertambah besar
dan ramai, aman tentram dan subur makmur
Sumber ceritera: ed C.M. Pleyte, 1907
PANAMBANG SARI
Sinopsis
LALAKON PANAMBANG SARI
Raja di Pasir Batang
Lembur Girang adalah keturunan ratu Pakuan, raja di Pajajaran, nama rajanya
adalah Prabu Banday mempunyai permaisuri bernama Ratu Manik Nimbang Leuwi Ratu
Emas Kalengleman.
Suatu hari raja
bermimpi bertemu dengan seorang putri dari negara Pasir Batang Umbul Hilir yang
bernama Raga Geulis Dewi Tulis. Karena mimpinya itu raja menginginkannya untuk
dijadikan istri keduanya. Lalu disuruhnya Ratu Manik meminangnya.
Raga Geulis Dewi
Tulis bersedia menjadi permaisuri raja Pasir batang Lembur Girang, asal
dibawakan boneka dari kancana (emas), permintaan itu disanggupinya, diutuslah
Demang Kumitir (Panambang Sari) untuk mencari boneka kancana di Gunung Teulu.
Sesampainya di Gunung
Teulu, Demang Kumitir berperang dengan yang punya boneka kancana, yaitu
Pangeran Naga Kancana, ia dapat mengalahkannya dan dibunuhnya, namun atas
permintaan adik Pangeran Naga kancana yang bernama Lenggang Kancana dihidupkan kembali. Kemudian mereka mengabdi
kepada Prabu Banday dan Lenggang Kancana dijadikan istri raja.
Demang Kumitir
mengantarkan boneka kancana kepada Putri Raga Geulis Dewi Tulis di negara Pasir
batang Umbul Hilir. Putri tetap menolak untuk diperistri prabu Banday karena ia
beralasan telah bertunangan dengan Jayang Sari, raja Geger Hanjuang Bale
Pamengkang. Demang Kumitir menjadi marah, lalu Raga Geulis Dewi Tulis
dimasukkan ke dalam sarungnya. Untuk berhasilnya tujuan lalu Demang Kumitir
berperang dengan tunangannya yang dibantu pula oleh kakak Raga Geulis Dewi
Tulis yang bernama Lanjar Sari. Namun mereka dikalahkan serta dibunuhnya, namun
dihidupkan kembali, atas permintaan Putri Raga Geulis. Semuanya menyatakan
takluk dan mengabdi kepada raja.
Untuk keberhasilan
Demang Kumitir, maka diadakanlah pesta. Negara Pasir Batang Umbul Girang
menjadi negara yang aman tentram, subur makmur berkat panglimanya yang bernama
Demang Kumitir (Panembang Sari)
Sumber ceritera
Sumber ceritera
Badoeyshe Pantoen Verhalen, J.J. Meyer
1891
CIUNG WANARA
Sinopsis
CARITA CIUNG WANARA
Penduduk Nagara Galih
pakuan kebanyakan masih orang halus. Penduduk setengah manusia baru 40 pasang
dan manusia baru 20 pasang.
Rajanya bernama Sang
Permana Di Kusumah. Dari kedua permaisurinya yaitu Pohaci Naga Ningrum dan Dewi
Pangrenyep belum mempunyai putra
Pada suatu waktu
Mantri Anom Aria Kebonan, Ki Gedang Agung akan menghadap raja, tetapi raja
sedang beradu. Timbullah niatnya untuk menjadi raja, setelah melihat nikmat dan
enaknya menjadi raja. Ratu weruh sadurung winara (tahu sebelum kejadian), oleh
karena itu segera memanggil Mantri Anom. Ratu bertanya kepada Mantri Anom
tentang keinginannya itu. Mula-mula tidak mengakuinya, tetapi setelah didesak
baru berterus terang.
Tak lama kemudian,
Sang Permana menyerahkan negara beserta isinya. Kedua permaisurinya
dititipkannya pula, hanya dengan perjanjian keduanya tidak boleh diganggunya.
Sesudah serah terima kekuasaan, Mantri Anom berganti nama menjadi raden Galuh
Barma Wijaya Kusumah sebagai ratu panyelang. Di hadapan raja baru, sang Permana
menghilang. Ia pergi ke Gunung Padang dan menjadi pendeta di sana , dengan nama Ajar Suka Resa.
Sepeninggal Sang
Perman, ratu baru menyuruh mengadakan pesta besar-besaran. Sebelumnya ia
berpesan kepada Lengser agar tidak ada yang tahu bahwa ia raja baru. Kepada
rakyat hendaknya disampaikan, bahwa raja telah kembali muda.
Selama di Gunung Padang , hati sang pendeta
tiada tenang. Pertama karena raja Barma Wijaya mabuk kekuasaan; ia berbuat
sewenang-wenang. Lain daripada itu Sang Permana belum mempunyai keturunan dari
kedua permaisurinya. Ia segera bertafakur minta kepada Hyang Widi agar dari
kedua permaisurinya dikaruniai anak. Tak lama kemudian terlihatlah cahaya yang
kilau kemilau; sebagian turun di hulu negeri dan masuk ke dalam diri Naga Ningrum,
sebagian lagi jatuh di keraton dan masuk ke dalam diri dewi Pangrenyep. Sesudah
itu Naga Ningrum bermimpi melihat cahaya yang kilau kemilau. Olehnya cahaya itu
diambilnya, lalu dikandungnya dengan cinde wulung. Begitu bangun ia merasa
susah sekali. Atas anjuran pendeta itu, Naga Ningrum memberitahukan mimpinya
kepada raja, bahwa baik Dewi pangrenyep maupun Naga ningrum akan mempunyai
putra laki-laki. Ratu tidak percaya akan keterangan Naga Ningrum. Ia ingin
bertanya langsung dengan pendeta itu. Maka diutusnya Lengser untuk memanggil
pendeta tersebut.
Setelah Lengser
pergi, kepada Naga Ningrum raja menyuruh mengandung bokor kancana, dan kepada
Dewi Pangrenyep menyruh mengandung kuali kancana, seolah-olah mereka sedang
mengandung tujuh bulan.
Pendeta tahu akan
kedatangan Lengser. Pendeta bersedia dipanggil raja, tetapi akan datang
kemudian. Hanya dititipkannya kepada Lengser: bunga melati sebungkus, kunir
sesolor dan bunga putih sepotong. Menerima pemberian itu raja sangat marah.
Pendeta, merubah
dirinya menjadi kakek-kakek, berangkatlah ia dengan maksud menghadap raja. Di
hadapan raja ia berkata, bahwa dari kedua permaisuri itu akan dilahirkan putra
laki-laki. Mendengar itu raja semakin marah. Perut pendeta ditusuknya dengan
Curiga/keris, tetapi tidak mempan. Bahkan keris itu menjadi pendek (mengkerut).
Raja bertambah marah, dianggapnya pendeta melawan raja. Pendeta lalu
ditantangnya. Dijelaskan oleh pendeta bahwa ia tidak bermaksud menantang raja.
Apabila memang raja menghendaki ia mati, ia rela melaksanakannya. Pendeta lalu
tunduk, mengeluarkan sukmanya di depan raja. Kemudian jasadnya dilemparkan,
berubah menjadi Naga Wiru, lalu bertapa.
Karena kandungan
kedua permaisuri itu semakin besar, maka kuali dan bokor kancana jatuh.
Keduanya dilemparkan, jatuh di tanak Kawali dan Padang .
Dengan ditolong oleh
dukun beranak Nini Marga Sari, Dewi Pangrenyep melahirkan seorang putra
laki-laki. Oleh ratu anak itu diberi nama Aria banga. Selanjutnya diadakan
pesta, memetakan anak yang baru lahir.
Pada suatu hari raja
dicarikan kutu di rambutnya oleh Naga Ningrum. Karena nikmatnya raja tertidur
di pangkuan naga Ningrum. Sukma pendeta masuk ke dalam kandungan Naga Ningrum.
Anak itu berkata, bahwa raja terlalu kejam. Pendeta Gunung Padang tidak
berdosa, oleh karena itu pembalasan kepada raja akan datang pada suatu waktu.
Begitu bangun raja menuduh Naga Ningrum atau Lengser mengatakan kalimat itu.
Kedua orang yang dituduh itu memungkirinya. Ketika ditanyakan kepada para
bupati, para mantri dan ahli nujum, ada seorang mantri yaitu Banyak Lumanglang
yang mencoba menerangkannya. Dikatakannya bahwa kejadian itu baik dan buruk.
Yang lain, yaitu Yaksa Mayuta memberikan keterangan bahwa yang mengucapkan itu
adalah bayi dalam kandungan Naga Ningrum, dan ucapan itu akan membawa akibat buruk
pada raja. Mendengar keterangan itu, raja menyatakan, bahwa ia tidak lagi
mempunyai hubungan apa pun dengan Naga Ningrum, dan jika anak itu lahir, tidak
akan diakuinya sebagai anak. Kepada Dewi pangrenyep raja berpesan supaya pada
waktu Naga ningrummelahirkan mata dan telinganya harus ditutup dengan malam
panas. Anaknya supaya ditempatkan dalam kandaga, lalu dihanyutkan ke sungai
Citanduy.
Untuk membantu
kelahiran Naga Ningrum , ia menyuruh dua orang emban yaitu Sangklong
Larang dan Timbak Larang mencari dukun beranak. Tetapi dukun beranak tidak
diperolehnya. Hal itu diberitahukan kepada dewi pangrenyep. Dewi Pangrenyep
segera datang di tempat Naga Ningrum. Ditolongnya Naga Ningrum melahirkan, lalu
dilakukannya apa-apa yang diruhkan raja kepadanya.
Setelah bayi lahir,
bersama sebutir telur aya, ditempatkan dalam kandaga. Tembuninya ditempatkan
dalam tapisan setelah dibentuk seperti anjing. Sesudah itu Dewi Pangrenyep
membuang bayi tersebut ke sungai Citanduy. Dengan melewati sebuah Jamban
larangan dan Ciawi Tali, sampailah kandaga itu disapu angin, dan tersangkut
disana.
Kandaga terlihat oleh
raden Himun Hidayatullah, putra Nabi Sulaeman yang sedang bertapa di
bantengmati. Kemudian sungai Citanduy ditepuknya supaya banjir, dan merubah
dirinya menjadi buaya putih. Kandaga lalu dijunjungnya sampai di sebelah hilir
Sipatahunan.
Setelah membuang
bayi, Dewi Pangrenyep mengajak Naga Ningrum membuka tapisan yang ditutupi
dengan cinda kembang. Bukan main terperanjatnya Naga Ningrum, karena yang
dilihatnya bukan bayi biasa, melainkan seekor anak anjing.
Sesudah raja
mengetahui hal itu, disuruhnya lengser untuk membunuh Naga Ningrum, namun
Lengser tak sampai hati membunuhnya, malah Naga Ningrum disuruhnya bertapa.
Setelah Lengser
memberikan laporan tentang tugas “membunuh” Naga Ningrum , ia
diperintahkan raja untuk mengumumkan kepada rakyat tentang akan diadakannya
pesta.
Di sebelah hilir
kandaga tersangkut, ada sebuah lubuk yang bernama Leuwi Sipatahunan. Di sinilah
Aki dan Nini Balangantrang mmasang lukah/badodon. Karena melihat sungai itu
banjir, aki dan nini Balangantrang tidak berani mengangkat lukahnya. Mereka
kembali lagi ker rumahnya, kemudian mereka tidur. Nini Balangantrang bermimpi
melihat matahari sambil memangku bulan. Sedangkan Aki balangantrang bermimpi melihat
cahaya di dasar air sebesar buah balingo. Mereka mencoba mereka-reka makna
mimpi. Karena yakin akan mendapat rizki lebih besar lagi dari lukahnya.
Mereka kembali ke
sungai untuk melihat lukahnya. Tampak oleh mereka dalam lukahnya ada kandaga.
Dikeluarkannya lukah itu lalu kandaga dibukanya. Pada awlanya kaget tapi
kemudian mereka gembira karena setelah membuka kandaga ternyata isinya adalah
seorang bayi dan sebuah telur ayam. Bayi segera dimandikan dengan air yang
keluar dari celah-celah batu yang kena hentakan kaki bayi tersebut.
Pada suatu hari anak
itu menyirep (membuat tidur orang lain) Aki dan Nini Balangantrang. Di kala
mereka tidur, anak itu terbang ke angksa. Dari sana terlihatlah negara Galih Pakuan, dan
Aria banga sedang diasuh oleh para tumenggung, dijaga oleh para bupati. Timbul
rasa irinya. Ia bersama Aki dan Nini Balangantrang hidup dalam kesengsaraan.
Maka diciptakanlanya sebuah kampung yang diberi nama babakan geger sunten.
Setelah itu ia minta ayam jantan. Atas suruhan anak itu, Aki balangantrang
mengambil telur yang ada dalam kandaga. Selanjutnya anak itu pergi ke Gunung padang untuk meminta
tolong Naga Wiru menetaskan telur ayam tersebut. Kemudian anak itu minta pula
bahan sumpit dan koja. Kehendaknya dilaksanakan pula oleh Aki Balangantrang
Pada suatu hari anak
itu mengajak pergi berburu kpada kedua orang tua angkatnya. Di hutan di
lihatnya tiga ekor ciung dan wanara (kera). Kedua jenis binatang ini tidak
boleh disumpitnya. Sejak itu, anak tersebut bernama CIUNG WANARA. Ciung Wanara bertanya tentang siapa orang tua yang
sebenarnya. Dijelaskan oleh Aki Balangantrang, bahwa ayah yang sebenarnya
adalah Ratu Galih Pakuan, dan ibunya adalah Naganingrum
Terdengarlah berita
oleh Ciung Wanara, bahwa di nagara Galih Pakuan akan diadakan sabungan ayam. Ia
segera minta ijin kepada orang tua angkatnya untuk mengikuti persabungan itu.
Setibanya di pintu
gerbang negara, terlihatl oleh Ciung Wanara tiga orang penjaga yaitu Aki Geleng
Pangancingan, Aki Kuta Kahyangan dan Yaksa Mayuta. Ketiga penjaga itu tak bisa
melihat Ciung Wanara, karena mantra-mantra yang diucapkan Ciung Wanara.
Ciung Wanara
meneruskan perjalanannya . ia bertemu dengan nenek-nenek yang memelihara ayam
raja. Ayam itu disabungnya, sehingga ayam raja kalah dan mati.
Sesampainya di alun-alun,
ia mengubah dirinya menjadi anak hitam buncit perut. Ayamnya jadi ayam kelabu
sentul. Ia bertemu dengan Guntur Sagara dan Bontot Nagara, anak Gajah Manggala,
pertemuan dengan anak itu diberitahukan kepada ayahnya, Gajah Manggala. Lengser
segera disuruh menangkap anak itu. Lengser tak bisa menemukannya, karena anak
itu telah mengubah dirinya menjadi Bagus Lengka, seorang satria yang gagah dan
tampan. Lengser tahu bahwa anak yang dicarinya itu tiada lain daripada putra
Naga Ningrum yang dibuang ke Sungai Citanduy.
Di alun alun Ciung
Wanara bertemu dengan Patih Purawesi dan Patih Puragading yang membawa ayam.
Ayam Ciung Wanara disabungnya dengan ayam kedua patih itu. Ayam patih itu kalah
dan mati oleh ayam Ciung Wanara. Kedua patih itu marah, diterkamnya Ciung
Wanara, tapi Ciung Wanara menghilang.
Setelah mencari ke sana ke mari, di
alun-alun Lengser bertemu dengan Ciung Wanara. Oleh Lengser ia dihadapkan
kepada raja. Dikatakannya bahwa ia ingin ikut menyabung ayam. Raja
menyetujuinya, dengan mempertaruhkan negara sebelahnya. Ciung Wanara
mempertaruhkan nyawanya.
Pada waktunya,
dimulailah pertarungan ayam Ciung Wanara dengan ayam raja. Ayam Ciung Wanara
terdesak. Segera ia pergi ke tepi Cibarani, diusap ayamnya dengan air. Setelah
itu ayamnya disabungkan kembali. Ayam raja kalah. Segera para bupati dan para
mantri dipanggil raja, lalu raja mewariskan negara sebelah barat beserta isinya
kepada Ciung Wanara. Negara bagian timur dan isinya kepada Aria Banga.
Lama-lama Ciung
Wanara sadar, ia merasa ditipu oleh raja. Apa yang diberikan raja kepadanya
bukanlah warisan, melainkan taruhan menyabung ayam. Ia ingin membalas kekejaman
raja dan Dewi Pangrenyep, dengan jalan memenjarakannya dalam penjara besi.
Sebelumnya ia minta ijin kepada ibunya, juga kepada ayahnya. Ibu dan ayahnya
merestuinya. Kala itu datanglah Batara Trusnabawa, ayah Naga Ningrum memberikan
bahan penjara.
Kepada pandai besi yang bernama Ki Gendu Mayak dikemukakan
maksud akan membuat penjara besi itu. Pandai besi itu bersedia membuatkan
penjara besi dengan syarat memberitahu terlebih dahulu kepada Ratu Sepuh, yaitu
Raden Galuh Barma Wijaya. Ketika raja bertanya tentang maksud membuat penjara,
dikatakannya bahwa penjara diperuntukan orang yang berniat jahat kepada raja
dan permaisurinya.
Penjara yang amat baik buatannya telah selesai, Raja dan
Dewi Pangrenyep ingin melihatnya. Ketika akan melihat bagian dalamnya, Ciung
Wanara membuat damar. Begitu mereka masuk, dikuncilah penjara itu dari luar
oleh Ciung Wanara. Mereka terkurung dalam penjara. Ketika didengar oleh Aria
Banga akan hal itu, disuruhnya para bupati, para jaksa dan para aria
mengeluarkannya. Tetapi tidak berhasil, karena penjara tak bisa diangkat
mereka.
Ciung Wanara bertemu dengan Aria Banga, terjadilah
peperangan. Setelah delapan belas tahun berperang, sampailah di sebuah sungai,
Aria Banga dilemparkan ke sebelah timur. Akan kembali menyerang tidak dapat,
karena terhalang oleh sungai itu. Dikatakan oleh Aria Banga, bahwa peperangan
hanya sampai disitu. Sungai itu dinamainya sungai Cipamali (tabu) berselisih
dengan saudara. Mereka bersalaman. Selanjutnya Aria Banga pergi ke timur,
sampailah di Majapahit. Sedangkan Ciung Wanara menuju ke barat. Sebelum
berpisah ditentukanlah batas kekuasannya. Dari Cipamali ke timur bagian Aria
Banga dengan nama tanah Jawa, Kejawan Kaprabon. Dari Cipamali ke barat, dengan
nama Tanah Sunda, Pasundan sampai di Palembang bagian Ciung Wanara
Penjara dilemparkan oleh Ciung Wanara, jatuh di Kandang
Wesi, Ciung Wanara pergi ke Pajajaran, Aria banga menuju Majapahit.
Sumber ceritera
Almanak Sunda.
G.M. Pleyte
1922/1923
CINTA PABALIUT
Cinta
Pabaliut
Novel karangan Eddy D. Iskandar, diterbitkan oleh
Pustaka Dasentra, bandung ,
tahun 1983. buku ini berukuran 18 cm x 12 cm, dengan tebal 79 halaman.
Dalam novel ini,
pengarang mengemukakan masalah ajaran moral dan pendidikan. Cinta terhadap kebudayaan
dapat timbul akibat cinta kepada pelakunya. Cinta dapat putus daripada putus
persahabatan. Cinta dapat membara karena sering berjumpa. Novel ini
menggambarkan suasana lingkungansekolah dan lingkungan seni, yang diungkapkan
dengan penuh romantis dalam dialog
Ringkasan Ceritera
Jaka jatuh cinta pada
Titut Kartasasmita, murid kelas tiga SMA teman sekelasnya. Jaka memuji Titut,
tetpi Titut tetap menolak cinta Jaka.
Titut dinasehati oleh
ibunya supaya tidak terganggu sekolahnya dan jangan terbawa pergaulan bebas,
masalah memilih calon suami pun harus diutamakan keturunan, rajin ibadah,
cintanya sejati, serta harta juga harus diperhatikan.
Titut diajak melihat
pembacaan sajak oleh Imas, teman sekelasnya. Namun, di perjalanan sepeda motor
Imas mogok dan diperbaiki oleh seorang pemuda. Tiba-tiba Titut mulai jatuh
cinta pada pemuda itu.
Di tempat parade
Panyajak Sunda 1982, Titut semakin tertarik kepada pemuda yang memperbaiki
motor itu, Darma Kancana namanya. Titut sempat mengucapkan selamat serta
kenalan kepada Darma setelah Darma membacakan sajak. Darma Kencana adalah
mahasiswa Fakultas Sastra Sunda yang disenangi teman-temannya, Nia dan Meiske
yang cantik pun tertarik pada Darma. Namun Darma tidak meresponnya. Titut dan
Imas dapat bertemu lagi dengan Darma di depan pintu bioskop.
Jaka mencoba
kesungguhan Titut di kelas, apakah Titut mencintai Jaka atau tidak; kalau Titut
tidak mencintai Jaka, yang akan mengalihkan cintanya pada Imas, teman Titut.
Imas dan Titut datang
pada acara Pagelaran Seni Sunda Dasentra 1983 dan melihat Darma Kancana tampil
dalam acara itu. Titut menyesal tidak mempunyai kesempatan menemui Darma
Kancana.
Titut semakin
menyenangi kesenian Sunda dan mendapat pujian dari orang tuanya yang menaruh
simpati pada seni Sunda. Imas menyenangi seni Sunda sejak kecil sebab ayahnya
adalah Pembina Kesenian Tradisional Daerah.
Darma Kancana datang
ke rumah Imas untuk menemui Angkawijaya memperbincangkan gending karesmen Sangkuriang kabeurangan.
Titut bertemu dengan
Darma Kancana di lapang olahraga dan sempat bertanya. Nia pun dapat berdialog
dengan Darma dengan alasan minta diajari mengarang.
Titut berkunjung ke
kampung halaman Imas di Neglasari Ciwidey. Tanpa diduga-duga ia dapat bertemu
dengan Darma. Titut pernah berbicara berdua dengan darma di sawah. Namun,
masalah cinta belum dapat disinggung-singgung.
Kedatangan Darma
Kancana ke rumah Imas semakin sering. Semula Imas tidak mempunyai curiga
apa-apa. Empat malam Minggu berturut-turut berkunjung pada Imas. Imas pernah
diajak menonton dan masuk restoran. Akhirnya Darma terus terang pada Imas
melalui surat
menyatakan cinta. Imas heran sebab semula Darma ini akan menjadi pacar Titut,
walaupun begitu sebenarnya Imas juga cinta kepada Darma. Keputusan Imas lebih
baik tidak menerima cinta Darma daripada putus persahabatan dengan Titut; Imas
tahu Titut sangat mencintai Darma Kancana.
Jaka yang sudah lama
jatuh cinta pada Titut, datang malam Minggu ke rumah Imas minta diantar main ke
rumah Titut.
Rasa asmara Jaka yang sudah bergejolak, terhenti
ketika mau masuk ke rumah Titut sebab sudah ada pemuda yang baru masuk yaitu
Darma. Jaka menyesal dan bingung. Ia pulang kembali bersma Imas dengan membawa
rasa kesal.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986
BURON
Buron
Novel karangan Aam Amalia ini diterbitkan oleh Pustaka
Dasentra Bandung, tahun 1983. buku ini berukuran 18 cm x 12 cm, dengan tebal
131 halaman.
Dalam novel ini
pengarang mengemukakan masalah ajaran moral dan nilai-nilai pendidikan. Manusia
jangan terlalu cepat dalam mengambil tindakan dan jangan membohongi diri
sendiri dengan menyebutkan hasil karangan sendiri padahal sebenarnya karya
orang lain. Perbuatan ini munafik, yang membuat diri terasa jadi buron dari
kehidupan dan dari perasaan sendiri. Novel ini menggambarkan perbandingan
kehidupan kota
dan kampung.
Ringkasan Ceritera
Kedatangan Bi Umi ke
kampung Pa Ulis, menjadi pembicaraan orang, karena Bi Umi disangka gila. Ketika
Alan, anak dokter, ikut melihat Bi Umi, Alan luka kakinya, Bi Umi yang disangka
gila itu malahan merawat Alan.
Ketika Bi Umi sedang ngobrol dengan Alan, datanglah Pa Ulis,
ayah Alan, dan banyak orang lainnya. Bi Umi ditempeleng oleh Pak Ulis dengan
tuduhan ia telah mengganggu anak-anak. Namun ayah Alan segera melarangnya.
Bi Umi diberi uang
oleh ayah Alan serta ucapan terima kasih telah merawat anaknya. Pa Ulis ingin
menukar uang Bi Umi dengan uang yang tidak berlaku. Namun Bi Umi tidak
memberikannya sebab dia tidak gila. Alan sendiri sering mengatakan pada
temannya bahwa Bi Umi itu tidak gila.
Andika, suami Umi,
datang dengan wajah yang sedih akibat naskahnya ditolak redaksi yang menggalkan
cita-citanya akan membeli kursi. Namun suatu hari Andika membawa kursi yang
mahal serta merahasiakan pada Umi cara mendapatkan uangnya, selain kursi alat
rumah tangga lainnya pun dibelinya. Alhirnya Andika memberitahukan pada Umi
tentang pekerjaannya, yang disangka toko buku tetapi di dalamnya ganja dan
morfin. Dengan kejadian itu Andika mengajak pindah rumah ke desa S di kaki
Gunung Galunggung karena ada perasaan takut dikejar polisi dan sindikat.
Naskah karya Andika
dari desa S harus Umi antarkan ke kantor surat
kabar dan majalah di kota
B serta harus diakui sebagai karyanya. Amara dari majalah Wanoja mendesak identitas dan kemampuan Umi sebagai pengarang. Umi
pernah diberi undangan menghadiri pertemuan Paguyuban Sastrawan Sunda; Umi
tidak menghadiri karena takut dan merasa tidak mampu.
Umi pergi ke kota B lagi mengambil
honor. Tiba-tiba ada berita Gunung Galunggung meletus. Segeralah Umi pulang
untuk menemui Andika, tetapi Andika sudah tidak ada di rumah.
Umi bergabung dengan
para korban Galunggung di barak tempat penampungan korban. Umi pergi ke rumah
nenenk Bi Mursih sambil membawa perban dan obat-obatan. Rumah nenek Bi mursih
sudah kosong. Sekarang Umi tinggal sendirian
Umi pernah mengejar
laki-laki yang mirip dengan suaminya. Laki-laki tersebut lari sambil mengatakan
orang gila berulang-ulang pada Umi. Akibatnya, Umi disangka orang gila di
kampung itu.
Setela Umi merawat
Alan anak dokter, teman-teman Alan mengatakan bahwa Bi Umi tidak gila dan
mengundang Bi Umi untuk datang ke rumah dokter. Di sanalah dokter menceritakan
bahwa Paguyuban Sastrawan Sunda sudah mengetahui Umi ada di sini dan akan
menjemputnya. Banyak orang berkumpul di rumah dokter mau minta maaf pada Umi.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986
BUDAK TEUNEUNG
Budak Teuneung
Novel ini karangan Samsudi, cetakan pertama dan kedua
dikeluarkan oleh Balai Pustaka, Jakarta , tanpa
tahun dan cetakan ketiga diterbitkan oleh Pusaka Sunda, bandung tahun 1965. buku ini berukuran 17 x
12 cm, dengan tebal 58 halaman.
Novel ini
mengungkapkan masalah kehidupan anak-anak dalam sosok yang lebih lengkap.
Gambaran Si Warji ditampilkan sebagaimana lazimnya kebanyakan anak-anak seusia
dia di kampung-kampung. Novel ini mengandung unsur-unsur pendidikan yang
mengetengahkan sifat-sifat kejujuran, kesabaran, dan kesetiaan yang terjalin
dalam kehidupan orang desa.
Ringkasan Ceritera
Seorang anak yatim Si
Warji namanya. Dia berumur kurang lebih sebelas tahun. Bersama ibunya, dia
menempati sebuah rumah kecil yang sudah reyot. Walaupun mereka hidup dalam
kemiskinan, ibu Warji tidak pernah kehilangan cinta kasih san selalu menasehati
Warji agar menjadi anak yang jujur, penyabar, pemaaf dan mau mengalah demi
kebaikan.
Cobaan demi cobaan
harus dihadapi Warji dengan tabah. Dia sering mendapat perlakuan yang kurang
senonoh hanya lantaran Warji bukan anak orang kaya. Warji dihina, dikucilkan,
malahan teraniaya oleh anak-anak lain yang dimanja oleh orang tuanya seperti Si
Begu dan Si utun.
Pada suatu ketika,
Warji dapat menolong Asep Onon, anak Lurah yang terjerumus ke dalam sebuah
sumur kering. Sejak itulah Warji menjadi kawan Asep Onon yang semula
membencinya. Sebagai tanda terima kasih atas pertolongan Warji, Pak Lurah
mengangkat Warji menjadi penggembala kerbau.
Keluarga Pak Lurah
sangat menyayangi Warji, dan Asep Onon menjadi teman akrab Warji. Warji sering
diajari membaca dan menulis oleh Asep Onon. Oleh karena Warji rajin dan berotak
encer, dalam waktu yang tidak begitu lama dia sudah dapat membaca dan menulis.
Pada suatu hari Asep
Onon berkelahi dengan Si Begu dan Si utun. Untunglah Si Warji segera datang
sehingga Si Begu dan Si Utun dapat dikalahkan oleh Si Warji.
Setelah
bertahun-tahun Warji hidup mengikuti Pak Lurah, akhirnya dia diangkat menjadi
salah serang pegawai desa, sedangkan Si Begu dan Si Utun terlanjur nakal
kemudian menjadi penjahat.
Kejahatan Si begu dan
Si utun baru berhenti setelah Si Warji dengan teuneung dan penuh keberanian menangkap mereka dan menyerahkannya
kepada yang berwajib. Sebagai tanda penghargaan. Warji menerima hadiah dari
Bapak Lurah.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986
BUDAK MINGGAT
Budak
Minggat
Novel karangan Samsudi, cetakan pertama diterbitkan
oleh Balai Pustaka, Jakarta ,
tanpa tahun. Cetakan kedua diterbitkan oleh Pusaka Sunda bandung tahun 1965. buku ini trdiri atas dua
jilid, masing-masing tebalnya 70 dan 75 halaman, berukuran 17 x 12 cm.
Novel ini
mengungkapkan nilai-nilai pendidikan, seperti kejujuran, keteguhan hati, dan
kesetiaaan. Dalam buku ini diungkapkan pula nilai-nilai sosial yang terdapat
dalam kehidupan masyarakat kuli perkebunan pada jaman penjajahan Belanda. Si
Kampeng pelaku utama dalam novel ini, oleh pengarang digambarkan seadanya tanpa
dibuat-buat, sehingga sosok peribadinya muncul secara lengkap, baik
kejujurannya maupun kenakalannya.
Ringkasan Ceritera
Seorang anak Si
Kampeng namanya, berusia 16 tahun. Ayahnya telah tiada. Ia berada di bawah
asuhan ayah tirinya.
Ayah titinya sering
menasehati dan memarahi Si Kampeng karena Kampeng terlalu senang bermain dan
lupa membantu ayah tirinya yang pemarah.
Pada suatu senja.
Kampeng disuruh oleh ayah tirinya membeli tembakau dengan dibekali uang satu
rupiah. Pada saat ia akan membayarkannya, uang itu hilang. Ia pulang ke rumah
tanpa tembakau. Marah ayah tirinya menjadi-jadi, meskipun ibunya turut membela
Kampeng. Sebuah tamparan mendarat di pipi ibu Kampeng, ketika tamparan kedua
akan mendarat di pipi ibu Kampeng, ia mencegahnya karena tidak tega melihat
ibunya teraniaya. Ia menerjang tulang rusuk ayah tirinya. Darah pun muncrat
dari kepala ayah tirinya yang luka membentur tiang. Kampeng kaget dan
ketakutan, pikirannya kalut dan bingung, tidak tahu apa yang mesti dilakukan.
Kemudian Kampeng pun larilah, minggat tanpa tujuan.
Dalam perjalanan
minggatnya, Si kapeng ditipu orang. Ia terjual ke Deli, menjadi kuli
perkebunan. Akan tetapi karena usia Kampeng masih terlalu muda, dia tidak jadi
dipekerjakan sebagai kuli. Seorang Cina membawanya ke pulau Bengkalis untuk
dipekerjakan sebagai penebang kayu di hutan belantara. Kampeng bertemu dengan
mandor-mandor yang galak dan kejam. Untunglah dia bertemu dengan teman senasib
anak Cina, Kim San namanya.
Pada suatu hari,
ketika Kampeng sedang menebang pohon di hutan, Kim san sakit berat. Tidak
seorangpun mau menolong, kecuali kampeng. Hujan turun dengan lebatnya. Seekor
harimau besar tiba-tiba muncul dan mengaum menyeramkan. Si Kampeng lari
terbirit-birit sambil kepayahan menggendong Kim San yang sakit menuju sebuah
los. Demikian Kampeng memasuki pintu los, kepala harimau pun nongol di lubang pintu. Kampeng tak
menyia-nyiakan kesempatan, leher harimau itu secepatnya dijepit dengan daun pintu
dengan sekuat tenaga yang masih tersisa padanya. Harimau mati setelah berontak
meronta-ronta karena lehernya tercekik oleh daun pintu, Kampeng selamat,
orang-orang yang berada di sana
semuanya memuji keberanian Kampeng.
Serombongan pemeriksa
datanglah ke hutan penebang kayu, tempat Kampeng menyandang derita. Kampeng
diberi kesempatan melaporkan tentang kehidupan kuli-kuli disana. Akibatnya,
banyak mandor kejam yang diberhentikan. Kampeng diperbolehkan keluar dari
tempat penebangan kayu, sebagai penghargaanatas laporan yang diberikannya dan
karena usia Kampeng yang masih sangat muda.
Pergilah kampeng ke kota Bengkalis. Di sana dia menjadi tukang
tembok atas pertolongan Arsim dan Akbar. Kampeng bekerja tekun dan
sungguh-sungguh sehingga mendapat kepercayaan majikannya, akibatnya, Kampeng
dibawa pindah majikannya ke Padang .
Di sana Kampeng
bekerja lebih rajin lagi, namun karena Kampeng sangat disayangi majikannya, dia
dibenci dan bahkan difitnah oleh pegawai-pegawai lain. Kampeng minta berhenti
bekerja di sana .
Kampeng memperoleh pekerjaan lain menjadi tukang kayu dan membuat jembatan. Dia
tetap bekerja rajin, sungguh-sungguh dan jujur. Majikannya yang baru ini pun
menyayanginya pula.
Rasa rindu kampung
halaman datang mencekam perasaan Kampeng. Setelah cukup uang tabungannya, dia
pulang ke Jawa. Dalam perjalanan pulang ke pulau Jawa, Kampeng mampir belanja
di pasar Golodog. Secara kebetulan, dia disana berjumpa dengan Kim San, orang
yang pernah ditolongnya ketika sakit di tengah hutan penebangan kayu. Kim San
kini telah menjadi seorang pedagang kain. Sebagai tanda terima kasih Kim San
pada Kampeng, Kim Sanmemberikan sejumlah kain dan uang.
Kampeng meneruskan
perjalanan pulang ke kampung. Pulanglah Kampeng, si anak hilang ke pangkuan
ibunya. Betapa bahagia hati seorang ibu
yang menemukan kembali anaknya yang sudah dianggap hilang.
PUSAT PEMBINAAN DAN
PENGEMBANGAN BAHASA
DEPARTEMEN PENDIDIKAN
DAN KEBUDAYAAN
1986
BUDAK MANYOR
Sinopsis
CARITA BUDAK
MANYOR
Sunan Ambu, ratu
kahiangan, telah berputera delapan orang. Kendati demikian, sang maha dewi pada
suatu ketika memetik setangkai bunga jaksi dan daripadanya diciptakanlah dua
orang anak, seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua anak itu sangat
buruk rupanya. Yang laki-laki tulang dadanya menonjol, sedang yang perempuan
tulang keningnya menjorok keluar. Yang laki-laki diberi nama BUDAK MANYOR dan yang perempuan SI GENJRU, dua nama yang sesuai dengan
keburukan rupa mereka.
Pada suatu ketika
Sunan Ambu memanggil mereka berdua, lalu memerintahkan kepada mereka agar turun
ke dunia ( Buana Panca Tengah ) dan
tinggal di Babakan Nenggang di Pakuan. Di dunia mereka diperintahkan untuk
hanya makan cabai dan bawang merah sebanyak-banyaknya. Keduanya melaksanakan
perintah ibunya, mereka tinggal di rumah nenek dan kakek “panyumpit” ( pemburu yang dalam pekerjaanya mempergunakan alat
sumpitan).
Dikisahkan di negara
Kuta Haralang yang diperintah oleh Raden Patih Gajah Malang, dan dibantu oleh
patihnya timbul suatu masalah. Masalah tersebut bermula pada permintaan putri
Agan Aci Haralang, adik baginda yang cantik jelita yang tak mau makan dan
minum. Ternyata kemudian bahwa sang putri menginginkan sesuatu, yaitu ingin
menyantap daging lutung duapuluh ekor, monyet duapuluh ekor dan jaralang
empatpuluh ekor. Sang putri menyatakan, bahwa kalau keinginannya itu tidak
dipenuhi, niscaya ia tidak akan sembuh dari sakitnya dan nafsu makan minumnya
akan tetap hilang.
Baginda gajah Malang memanggil sesepuh
yang dipercaya, yaitu Lengser, untuk mendapatkan apa yang diminta sang putri.
Lengser mengerahkan para pemburu ke hutan, namun tak seekorpun dari
binatang-binatang yang diinginkan itu ditemukan. Akhirnya baginda teringat pada
Ki Panyumpit, lalu memerintahkan
Lengser untuk menemui Ki Panyumpit
dengan pesan agar Ki Panyumpit mendapatkan pesanan sang putri dan tidak boleh
berhampa tangan. Seperti juga Lengser dan para pemburu, Ki Panyumpit yang
dibantu istrinya tidak menemukan seekor binatang pun.
Budak Manyor
mendengar kesulitan ayah dan ibu pungutnya, lalu menyanggupi untuk menolong.
Satu permintaannya, yaitu bahwa dari setiap jenis binatang ia meminta bahagian
seekor. Ki Panyumpit menyanggupinya. Budak Manyor meminta agar kakek dan nenek
Panyumpit memejamkan mata, sementara dia dengan adiknya Si Genjru berdoa kepada
Sunan Ambu (ibunya) mereka memohon pertolongan. Ketika suami istri tua itu
membuka mata mereka kembali, tampaklah lutung, monyet/kera dan jaralang
berlompatan di dahan-dahanpohon di hutan itu. Dengan mudah Ki Panyumpit
mendapatkan pesanan raja.
Namun ketika Budak
Manyor menagih hadiahnya, Ki Panyumpit tidak memberinya, karena jumlah binatng
yang didapat sesuai dengan pesanan. Budak Manyor tidak bersikeras untuk
mendapatkannya, namun ketika Ki Panyumpit dan istrinya berangkat untuk
menyampaikan pesanan raja, dengan kesaktiannya Budak Manyor memanggil tiga ekor
diantara binatang-binatang itu.
Ketika pesanan
dihitung di hadapan raja, Ki panyumpit dan istrinya terkejut karena jumlahnya
berkurang. Raja bertanya, Ki Panyumpit dan istrinya hanya menyampaikan dugaan
mereka, bahwa binatang-binatang itu diambil oleh Budak Manyor. Raja
memerintahkan agar Budak Manyor dipangil.
Budak Manyor diminta
menunjukan di mana binatng-binatang itu berada, akan tetapi ia menolak.
Akhirnya raja marah dan menghukum Budak Manyor dan Si Genjru. Si Genjru harus
menumbuk padi, sementara kakinya dirantai dengan sebuah rantai besi besar.
Budak Manyor dihukum dengan berbagai hukuman. Pertama ia diperintahkan untuk membersihkan
taman kerajaan: Budak Manyor menebangi segala pohon-pohon di dalam taman
itu, hingga taman menjadi “bersih” Baginda sangat murka, akan tetapi Lengser
mengatakan, bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Perintah rajalah yang tidak
jelas. Kemudian raja memerintahkan agar Budak Manyor mengambil sapu
sebanyak-banyaknya dari tempat menumbuk padi untuk dipergunakan dalam pekerjaan
menyapu gedung kosong. Kata menyapu dalam bahasa Sunda biasa dikatakan nyapukeun (menyapu) atau nyapuan (memberi
sapu). Malangnya, sang raja mempergunakan kata nyapuan. Budak Manyor
bukannya membersihkan ruangan gedung kosong, melainkan mengisi gedung kosong
itu dengan sapu sampai padat. Kemurkaan sang raja diluruskan oleh pendapat
Lengser yang mengatakan bahwa Budak Manyor tidak bersalah. Akhirnya raja
memerintahkan Budak Manyor untuk menjadi pemimpin gembala. Namun, setelah
ternak dikeluarkan dari kandang, Budak Manyor justru memimpin mereka
bermain-main dan bersenang-senang, hingga terjadilah kekacauan di kerajaan,
karena ternak merusak sawah, ladang dan kebun orang. Akhirnya raja memutuskan
bahwa Budak Manyor dihukum kubur hidup-hidup.
Tersebutlah di
kerajaan lain, yaitu kerajaan Kuta Tandingan, yang memerintah adalah raja Raden
Patih Dipati Layung Kumendung, yang punya adik cantik jelita, Agan Sumur Agung
namanya. Kecantikan Agan Sumur Agung sangatlah terkenal, hingga berturut-turut
sang putri mendapat lamaran dari raja negara Kuta Solaka yang bernama Patih
Heulang Sangara, yang juga punya adik cantik jelita yang bernama Agan Raksa
Kembang; kemudian dari raja Kuta Pandak yang bernama Raden geger Malela. Raja
ini pun punya seorang adik putri yang rupawan, Agan sekar Malela namanya.
Pelamar selanjutnya adalah Raden Patih gajah nyambung, raja dari Dayeuh
Manggung Pasanggrahan Wetan. Raja ini melamar untuk putra beliau yang bernama
Raden Patih Kuda Pamekas. Para pelamar tidak langsung diterima diterima
lamarannya, karena putri Agan Sumur Agung mengajukan syarat, yaitu calon
suaminya harus sanggup bertapa tujuh tahun di bawah pohon Kiara Jingkang Dopang malang. Kecuali Raden Kuda Pamekas,
pelamar-pelamar lain tidak sanggup memenuhi permintaan itu. Dengan demikian
lamaran Raden Kuda Pamekaslah yang diterima. Yang lain terpaksa mengalah, namun
dalam hati mereka bertekad bahwa pada hari perkawinan Agan Sumur Agung akan
menyerangnya.
Sementara itu
tersebutlah Pangeran Banyak Wide Ciung Manara Aria Rangga Sunten Prebu Ratu
Galih, yang menjadi raja di Pajajaran. Putra raja yang kedua bernama Ratu
Sungging Gilang Mantri, seke senggeh Ranggalawe Aria Mangku
Nagara, mendengar pula tentang kecantikan Agan Sumur Agung. Ketika Pangeran
muda mohon ijin untuk pergi melamar, baginda berkeberatan melepas pangeran
muda, berhubung Agan Sumur Agung telah bertunangan dengan Raden Kuda Pamekas.
Namun raden sungging tidak taat kepada orang tuanya dan meloloskan diri di
tengah malam dengan tekad untuk pergi melamar. Mendengar berita lolosnya
pangeran, sang prabu bermuram durja dan bersabda: “Mengapa anak itu tidak mendengar nasihat orang tua ?, Niscaya ia
mengalami kesulitan karena tidak mau mendengar kata-kata orang tua. Mengapa
hanya mengikuti kehendak sendiri?”
Perkataan baginda
terbukti jua. Raden Sungging melakukan perjalanan sukar, keluar masuk hutan. Di
tepi sebuah sungai ia membuat perahu, lalu berlayar. Hujan lebat turun dan
perahu itu dihanyutkan arus ke samudra luas. Raden Sungging tidak berdaya dan
akhirnya pingsan.
Sunan Ambu di
kahyangan mengetahui nasib putra Pajajaran tersebut, lalu memerintahkan kepada
Budak Manyor untuk melakukan sesuatu, “Keluarlah
anakku, engkau harus menolong putra Pajajaran yang sedang mengalami malapetaka
di samudra luas. Pergilah segera, mengabdilah engkau padanya”.
Dari kuburannya Budak
Manyor menembus bumi mendapatkan Raden sungging di tengah samudra. Perahu raden
Sungging diseret ke pesisir dan raden Sungging diperciki air kehidupan. Raden
Sungging terkejut ketika melihat Budak Manyor yang menolongnya, karena rupa
Budak Manyor bukan saja buruk akan tetapi juga mengerikan. Namun setelah Budak
manyor menjelaskan bahwa sebenarnya dia adalah dewata kemanusiaan yang
ditugaskan menolong dan mengabdi kepada putra Pajajaran, Raden Sungging bukan
saja lega, melainkan juga sangat bergembira. Segera saja Budak Manyor diminta
bantuannya untuk mendapatkan Agan Sumur Agung.
Budak Manyor mencuri
Agan Sumur Bandung dan membawanya ke hutan tempat Raden sungging menunggu.
Ketika melihat satria yang tampan, Agan Sumur Agung mempernyaring jeritannya;
Budak Manyor menyerahkan Agan Sumur Agung kepada Raden Sungging, yang disangka
Sumur Agung sebagai penolongnya.
Di Kutatandingan
terjadi kegemparan. Raja mengadakan sayembara, yaitu barangsiapa menemukan dan
mendapatkan Agan Sumur Agung akan menjadi jodoh putri. Raja menyatakan, ia
terpaksa mengadakan sayembara itu, karena tidak ada cara lain untuk menyelamatkan
saudaranya itu, walapun saudaranya itu sudah dipertunangkan dengan Kuda
Pamekas.
Ketika Raden Sungging
dan Agan Sumur Agung datang di Kuta Tandingan, mereka disambut dengan meriah.
Raden Sungging langsung dianggap pemenang saembara, dan tidak saja dinikahkan
denganAgan Sumur Agung tetapi juga diangkat menjadi raja muda. Kedua peristiwa
besar itu dipestakan selama tujuh hari tujuh malam.
Pesta dengan segala
keramainnya terberita di kerajaan-kerajaan tetangga, seperti Kuta Salaka dan
kuta Pandak. Datanglah raja-raja dan putra raja, yaitu Kuda Pamekas untuk
mengajak berperang. Semua dikalahkan oleh Layung Kumendung, kakaknya Agan Sumur
Agung dan oleh Budak manyor raja-raja taklukan itu berjanji untuk mengabdi.
Kemudian Budak manyor
teringat akan saudara perempuannya, Si Genjru, ia mohon ijin kepada Raden
Sungging untuk menjemput saudaranya itu di Kuta Haralang. Dengan kesaktiannya
dibuatnya orang-orang Kuta haralang tertidur, lalu ia mengobrak-ngabrik
kerajaan Kuta haralang. Segala harta kekayaan Kuta Haralang diangkut ke Kuta
Tandingan, sedang yang ditinggalkannya hanyalah sebuah surat tantangan, yang
diletakkan dekar raja Gajah Malang yang sedang tidur.
Sebelum kembali ke
Kuta tandingan, Budak Manyor mengajak Si Genjru untuk berkunjung ke kahiangan.
Di sana ia mohon kepada ibunda Sunan Ambu untuk disepuh (dilokat). Kedua
bersaudara itu “dilokat” di dalam
godogan timah, rajasa, kuningan, perunggu, besi, baja, perak, suasa, emas,
intan, hingga mereka lebur di dalam campuran itu. Ketika mereka bangkit dari
godogan, mereka menjadi satria tampan dan puteri jelita. Budak Manyor diberi
nama Raden Patih Sutra kalang Panggung Aria Mangku Nagra, sedang Si Genjru
diberi nama Nyimas Aci Wangi Mayang Sunda Purba ratna kembang. Setelah diberi
nama, Sunan Ambu menitahkan mereka turun kembali ke Buana Panca Tengah. Setiba
di Kuta Tandingan, mereka menjelaskan kepada raja bahwa mereka adalah yang
semula Budak Manyor dan Si Genjru.
Aci Wangi kemudian
dinikahkan dengan Raden Sungging, sedang Sutra Kalang Panggung menikah dengan Aci
Haralang.
Patih dari Kuta
Haralang, menemukan surat tantangan, lalu berangkat ke kuta Tandingan untuk
menjawab tantangan itu. Tapi dia dikalahkan oleh Layung Kumendung, sedang raja
Gajah malang yang menyusul patihnya, juga dikalahkan oleh Sutra Kalang Panggung.
Setelah mereka dihidupkan kembali dari kematian, mereka berjanji untuk
mengabdi.
Sumber cerita dari:
Ki Atjeng Tamadipura
Situraja Sumedang
1973
Subscribe to:
Posts (Atom)