Saturday, April 1, 2017

LAKON - PANTUN_MUNDINGLAYA DI KUSUMAH

Sinopsis
CARITA MUNDINGLAYA DI KUSUMAH

Prabu Siliwangi menjadi raja di Pajajaran, patihnya Kidang kancana dan jaksanya Gelap Nyawang, tinggi besar dan sakti.
Prabu Siliwangi bertapa di gunung Hambalang karena ia ingin mendapat putra bungsu, bahkan mendapat putri, yaitu: Nyi Padma Wati, putra Pohaci Wiri Manggay dari kahyangan.
Waktu permaisuri mengandung menginginkan honje, lalu raja menyuruh Lengser mencarinya ke negara Kuta Pandak, di babakan Muara Beres. Dari Geger malela, putra Rangga malela di Muara Beres di dapatnya honje delapan pasak, yang ditukarnya dengan uang delapan katon.
Waktu itu di Muara beres, Nyi Gambir Wangi juga tengah mengidam, sama menginginkan honje, tetapi honje sudah dijual kepada utusan raja Pajajaran.
Lengser Muara Beres dititahkan mengembalikan uang empat katon, akan penukar honje empat pasak yang diinginkan. Karena Lengser Pajajaran tidak mau memberikannya, mereka berdua lalu berperang habis-habisan memperebutkan honje. Tak ada yang kalah, kemudian dilerai oleh Gajah Siluman dari Karang Siluman. Honje harus dibagi sama banyak, dengan perjanjian bahwa bila kedua bayi itu sudah dewasa harus dikawinkan.
Waktu Nyi Gambir Wangi menginginkan terung pahit yang ingin dimakannya berbagi dengan Padma Wati, Prabu Siliwangi mencarikannya. Terung itu dibelah dua oleh Patih Gelap Nyawang, sesudahnya, raja bersabda kepada rakyatnya, bahwa bayi yang masih dalam kandungan itu sudah dikawinkan, menjadi jodohnya sebelum dilahirkan.
Nyi Padma Wati dari Gunung Gumuruh melahirkan putra laki-laki, diberi nama Munding Laya Di Kusuma, sedang Nyi Gambir Wangi melahirkan anak perempuan, diberi nama Nyi Dewi Asri.
Prabu Guru Gantangan di negara Kuta Barang ingin berputera, lalu Mundinglaya oleh istrinya (Ratna Inten) dijadikan putra angkat. Tetapi lama-kelamaan, karena Mundinglaya sangat gagah dan sakti serta tampan tiada taranya, menjadi takut direbut kekuasaanya, lalu Mundinglaya dipenjara besi.
Ua Mundinglaya ialah Jaksa Seda Kawasa, Aria Patih Sagara, Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung, mempunyai firasat, lalu Mundinglaya di susul ke Kuta Barang. Prabu Guru Gantangan dimarahi mereka, karena menyiksa Munding Laya, akan tetapi dibiarkannya Munding Laya dipenjara, supaya belajar prihatin. Kejadian itu tidak dikabarkan kepada Padma Wati dan raja Pajajaran.
Pohaci Wiru Mananggay mengirimkan impian kepada Padma Wati, dia bermimpi mendapat Lalayang Kancana milik Guring Tujuh di Sorong Kancana, suaranya ada di jabaning langit (di angkasa). Padma Wati menyampaikan mimpi itu kepada raja. Waktu disaembarakan kepada putra dan para punggawa semua, tak ada yang sanggup mencarinya. Oleh karena itu Padma Wati yang memimpikannya harus membuktikannya, kalau tidak akan dipenggal lehernya.
Nyi Padma Wati teringat kepada putranya, Mundinglaya, lalu Gelap Nyawang dan Kidang Pananjung, menjemputnya ke Kuta barang. Mundinglaya yang dipenjara besi dan dibuang ke dasar Leuwi Sipatahunan diambil oleh kedua uanya, lalu dibawa ke Pajajaran.
Mundinglaya sanggup mencari Lalayang Kancana, lalu berangkat disertai patih negara, yaitu Jaksa Seda Kawasa, Gelap Nyawang, Kidang Pananjung Patih Ratna Jaya dan Prabu Liman Sanjaya, pamuk dari Gunung Gumuruh serta Lengsernya.
Dengan perahu kancana ciptaan Kidang Pananjung mereka berlayar melalui Leuwi Sipatahunan dan bangawan Cihaliwung. Sampailah di lubuk Muara Beres, lalu singgah, karena Mundinglaya ingin menemui tunangannya, Dewi Asri. Sesudah menceritakan maksud kepergiannya, Mundinglaya meneruskan perjalanannya. Di Sangiang Cadas Patenggang semua pengantarnya ditinggalkan di bawah perahu.
Dalam perjalanan, di sebuah hutan belantara, Mundinglaya bertemu dengan Yaksa Mayuta. Mundinglaya dikunah, lalu ditelannya, masuk ke dalam perutnya. Setelah mengambil ajimat raksasa di langit-langit mulutnya yang kemudian ditelannya, Mundinglaya bertambah sakti, lalu ke luar dari perut Yaksa Mayuta, kemudian diperanginya. Yaksa Mayuta dapat dikalahkan, kemudian Mundinglaya meneruskan perjalanan ke langit, lalu menemui neneknya di kahyangan untuk meminta Lalayang Kancana yang dimimpikan ibunya.
Oleh neneknya Wiru Mananggay, Mundinglaya diperintahkan menjadi angin, supaya dapat menerbangkan Lalayang Kancana, angin putting beliung menerbangkan Lalayang Kancana, lalu disusul oleh Guriang Tujuh. Guriang Tujuh memerangi Mundinglaya sampai meninggal oleh keris mereka. Sukma Mundinglaya keluar dari jasadnya, lalu mengipasi sambil memanterakannya supaya hidup kembali.
Prabu Guru Gantangan yang disebut juga Prabu Nangkoda di negara Kuta Barang, mempunyai putra kukutan, yaitu : Sunten Jaya, Demang Rangga Kasonten, Aria Disonten, Dewi Ratna Kancana.
Sunten Jaya diperintahkan melamar Dewi Asri, karena mendengar bahwa Mundinglaya sudah meninggal oleh Guriang Tujuh.
Sunten jaya yang angkuh dan berperangai buruk bersama saudaranya pergi ke Muara beres meminang Dewi Asri kepada kakaknya Raden Geger Malela.
Dewi Asri tidak mau menerima lamaran Sunten Jaya, karena merasa sudah dipertunangkan dengan Mundinglaya. Tetapi karena dipaksa dia menerima pinangan itu, tetapi dengan syarat Sunten Jaya harus memenuhi segala permintaannya, diantaranya sebuah negara dengan segala isinya.
Sunten Jaya marah, karena permintaan itu tak mungkin dipenuhinya, tetapi oleh Prabu Nangkoda permintaan itu disetujuinya, lalu ia membawa harta benda dua puluh lima kapal beserta punggawa bala rakyatnya yang akan membangun negara. Tetapi pembangunan negara itu kacau balau, karena salah urus dehingga tidak selesai-selesai. Akhirnya Gambir Wangi juga turut menolong menciptakan negara dengan kesaktiannya. Dewi Asri yang dipaksa menikah dengan Sunten Jaya membuat ulah, dengan tujuan supaya pernikahan itu batal.
Mundinglaya yang sudah hidup kembali, dan sedang bertapa mendapat ilapat dengan impian buruk, ia bermimpi kapalnya diserang topan, tiangnya patah, kapalpun pecah dan karam di laut. Dia ingat kepada tunangannya. Waktu dilihatnya tabir mimpi tampak olehnya Dewi Asri akan dinikahkan dengan Sunten Jaya.
Mundinglaya berpamitan kepada neneknya, Pohaci Wiru Mananggay, ia diberi hadiah buli-buli berisi air cikahuripan (air yang dapat menghidupkan kembali orang yang telah mati) dan keris pusaka. Mundinglaya turun dari jabaning langit dengan membawa Lalayang Kancana, disertai oleh Munding Sangkala Wisesa (penjelmaan Guriang Tujuh yang dikalahkannya). Sampai di Sangiang Cadas Patenggang, menjemput uanya.
Mundinglaya dengan para pengantarnya lalu berlayar. Sesampainya di Leuwi daun, Munding Sangkala Wisesa dimantrai oleh Kidang Pananjung supaya tidur, sehingga ia tidak akan membuat onar. Sampailah mereka di Batu Tulis.
Dewi Asri mempunyai firasat akan kedatangan Mundinglaya lalu menciptakan bantal menjadi dirinya, kemudian ia minta ijin kepada ibunya untuk bersiram di jamban larangan. Di sungai ditemuinya Mundinglaya, lalu dia naik perahu kancana dan bercengkramalah mereka.
Munding Sangkala Wisesa dibangunkan dari tidurnya, lalu disuruh pergi ke Muara Beres. Di Leuwi Langgong bertemu dengan prajurit yang sedang menghadang kedatangan Mundinglaya. Semuanya bubar karena takut oleh Munding Sangkala Wisesa. Patih Halang Barat yang melawan Munding sangkala Wisesa diamuknya, demikian pula semua punggawa dan pamuk. Guru Gantangan pun yang sedang mengadakan pesta diamuknya, sampai rakyat berlarian. Kemudian kepada Raden Geger Malaka dikatakannya bahwa dia mencari saudaranya, Mundinglaya. Oleh Geger malela diaku, lalu dibawa ke keraton.
Mundinglaya dan dewi Asri bersama-sama pergi ke Muara Beres, sambil mengadakan arak-arakan. Sampai di keraton lalu naik ke papanggungan kancana, dan bersantap bersama.
Sunten Jaya akhirnya mengetahui, bahwa dirinya telah ditipu. Dia naik papanggungan akan memerangi Mundinglaya, tapi kena mantra Mundinglaya, sehingga menjadi tidak berdaya. Dewi Asri dan Mundinglaya lalu menikah.
Sementara itu Jaksa pajajaran, demang Patih Rangga gading, Ua Murugul Mantri Agung dan Ua Purwa Kalih, datang ke Muara Beres, melihat yang menikah dan akan melerai pertengkaran.
Sunten jaya datang meminta kembali harta bendanya yang duapuluh lima kapal. Rangga gading bertanya, siapa yang mula-mula melamar Dewi Asri, rakyat Kuta barang dan Pajajaran memihak kepada Sunten Jaya, lalu mengatakan bahwa Sunten Jayalah yang melamar terlebih dahulu. Tapi Patih Gajah Siluman dari Karang Siluman menyuruh Lengser Pajajaran menceritakan asal muasal hubungan Mundinglaya dan Dewi Asri, akhirnya semua rakyat Muara Beres dan pajajaran mengetahui bahwa Mundinglaya dan dewi Asri telah dijodohkan ketika mereka masih dalam kandungan.
Sunten Jaya harus mengalah, karena marah dan dibantu oleh saudara-saudranya lalu ia menantang perang. Semua  dilawan oleh Munding Sangkala Wisesa, dan akhirnya semua dapat dikalahkan dan menyatakan takluk.
Mundinglaya berbahagia, menjadi pengantin baru yang kaya raya. Dia dijadikan raja muda, berprameswarikan Dewi Asri dan Ante Kancana (adik Sunten Jaya). Negara berpesta pora merayakan peristiwa itu.

Sumber ceritera
Ed.C.M.Pleyte

1907