Sinopsis
CARITA LUTUNG KASARUNG
Prabu Sutra Kamasan, Prabu Lutung Kasarung Guruminda
Pakanjala, putra raja Pakuan pajajaran, tinggal di Pasir Batang Karang Tengah,
pergi mengembara ke arah timur untuk mencari putri kakak permaisurinya.
Prabu Ayab, raja negara Pasir Batang Gunung karang Tundak
tengah pada suatu waktu bertanya kepada lima batara, yaitu Batara Sang Tuha,
Batara Sang dewa, Batara Sang Tia, Batara Sang Aditia dan Batara Sang Rajuna,
apakah mereka ingin menjadi raja utama. Batara yang empat menyatakan keinginan
mereka, tetapi Batara Sang tuha menolak, karena menurut pendapatnya tidaklah
baik kalau semua orang menjadi raja.
Kepada batara yang empat, Prabu Ayah menyuruh menangkap
panah para wayang. Kalau berasil, akan menjadi raja utama. Keempatnya segera
melakukan titah itu, tetapi waktu sudah dekat keempatnya terbakar, lalu menjadi
satu, bernama Batara Opat. Batara Opat marah kepada Prabu Ayah, karena merasa
ditipu. Tetapi prabu Ayah menyatakan, itu hanya menandakan bahwa tapa mereka
belum cukup.
Batara Opat bertapa lagi, dan mencoba sekali lagi. Kali
ini ia berhasil menangkap panah para wayang.
Dalem Panyumpit yang istrinya menginginkan daging, pergi
ke hutan akan mencari binatang buruan, tapi tak seekorpun yang nampak olehnya.
Ketika hampir putus asa ia melihat Sang Prabu Lutung Kasarung (yang berupa
lutung). Ia mencoba mempergunakan sumpitnya, tetapi tidak berhasil. Prabu
Lutung Kasarung menyarankan padanya agar ia mempergunakan jerat saja. Dalem
Panyumpit merasa heran mendengar lutung dapat berbicara. Dilakukannya petunjuk
lutung itu, setelah dapat, lalu dibawa kerumahnya.
Istri dalem Panyumpit merasa senang meskipun suaminya
tidak mendapat daging yang diinginkannya, karena Lutung dapat berbicara, lalu
dihadiahkannya kepada putranya yang tujuh orang.
Putrinya yang enam orang, dari yang sulung sampai yang
keenam menolak hadiah itu. Mereka sangat menghina dan melecehkan lutung
tersebut. Hanya puteri bungsu yang mau menerima pemberian itu. Putri bungsu
bersama Lutung Kasarung tinggal di Medang Kamulan, hidu penuh sukacita.
Keenam putri melapor kepada Prabu Ayah, bahwa puteri
bungsu membuat kotor saja dengan lutungnya, karena binatang itu sangat jorok.
Prabu Ayah memerintahkan Sang Kuda Lengser untuk menyembelih lutung itu. Kalau
baunya bacin, maka benar ia bernoda, tetapi kalau wangi, maka ia tak bersalah.
Sang Kuda Lengser diberi pisau kuku macan untuk melakukan tugasnya.
Lutung Kasarung bersedia disembelih, waktu hal itu
dilaksanakan oleh Kuda Lengser, tercium harum wangi, tanda tidak bernoda
Di negara Nusa galuh, Pangeran Dumalahu, ketika mendengar
bahwa puteri bungsu tinggal dengan Prabu Lutung Kasarung menjadi marah, karena
ia menganggap puti bungsu itu tunangannya. Ia pergi ke Medang Kamulan untuk
menantang perang. Terjadi pertarungan antara prabu Lutung Kasarung dengan
Pangeran Dumalahu. Dalam perkelahian itu Prabu Lutung Kasarung berubah menjadi
Batara Opat yang cukup tampan. Pangeran Dumalahu kalah, dan menjadi batu
lumpang.
Kemudian dilangsungkan pesta pernikahan yang meriah antara
Prabu Lutung Kasarung dan Putri Bungsu. Keduanya dapat menikmati madu
percintaan dengan bahagia.
Keenam saudara Putri Bungsu mendengar berita, bahwa suami
adiknya sangat rupawan. Lalu datang bersama-sama, ingin melihat ketampanannya.
Mereka merasa tertarik, lalu bersedia mengabdi kepada Prabu Lutung Kasarung,
meski hanya sebagai pesuruh biasa saja; sebagai suruhan tukang mengambil air,
mengambil daun, kayu bakar, sebagai juru masak dan sebagainya.
Ratu galuh tak mau menyatakan takluk kepada Lutung
Kasarung. Dia seorang sakti. Prabu Lutung kasarung ingin mencoba kesaktiannya,
lalu disuruhnya Kuda Lengser membawa telur kepada ratu Galuh untuk ditunjukan,
apakah akan berupa ayam jantan atau ayam betina, bila menetas kelak. Ratu Galuh
menyatakan bahwa kalau tidak jantan, mungkin betina.
Si lengser dititahkan kembali, menyertai permaisuri yang
diperutnya diikatkan kelapa hijau. Kepada Ratu Galuh harus ditanyakan, apakah
bayi dalam kandungan itu akan lahir wanita atau laki-laki. Ratu Galuh
menujumkan, bahwa yang dikandung itu bukan laki-laki, bukan wanita, karena
isinya kelapa hijau. Beberapa kali ratu Galuh dicoba dengan bermacam-macam
cara.
Akhirnya keduanya berperang. Tak ada yang menang dan yang
kalah, sampai datang Prabu Ayah memisahkan mereka dan melarang mereka berkelahi,
karena masih bersaudara. Mereka harus mengurus negara masing-masing
sebaik-baiknya.
Kemudian Sungai Cipamali dipakai sebagai batas daerahnya.
Ratu Galuh tak boleh ke timur, dan seorang lagi tak boleh pergi ke barat.
Keduanya lalu bermaaf-maafan, dan berbaik laku sebagai
baiknya orang bersaudara. Keduanya segera mendirikan keraton. Yang berkuasa di
sebelah timur bertandakan beringin rimbun, sedang yang berkuasa di sebelah
barat bertandakan pohon pakujajar. Prabu Lutung Kasarung mendirikan keratonnya
dengan kesaktiannya.
Oleh ayahandanya mereka harus hidup rukun saling memberi
dan saling mengasihi.
Sumber ceritera
Ki sapin, Baduy
lebak
1973